> >

Pelanggaran HAM Berat di Paniai: Mengapa Pegiat HAM Sebut Penyidikan Kejagung Tidak Transparan?

Bbc indonesia | 29 Maret 2022, 19:10 WIB
Warga Papua menuntut penyelesaian kasus Paniai Berdarah pada Senin, 15 Desember 2021. (Sumber: Warta Kota/Henry Lopulalan)

"Mereka kan betul-betul mengharapkan ada informasi yang jelas, ada alasan yang kuat mengapa terjadi hal-hal seperti itu atau terjadi pelanggaran HAM itu, apa sebab dan sebagainya, kemudian respons dan tanggung jawab negara dalam hal ini."

"Itu yang menurut saya sangat ditunggu," kata Adriana.

Seandainya, apa yang mereka inginkan tidak terungkap, Adriana mengatakan "mereka pasti akan terus bersuara untuk meminta sampai kasus ini betul-betul bisa disampaikan secara baik".

Dan jika negara terlibat, menurutnya, "harus ada tanggung jawab untuk menyelesaikan secara baik".

Berapa saksi yang diperiksa Kejagung?

Sejak penyidikan dimulai pada Desember 2021 lalu, Kejaksaan Agung telah memeriksa 61 saksi, yang berasal dari unsur TNI, Polri, masyarakat sipil, para ahli.

Ketut mengatakan pihaknya juga melakukan pemeriksaan di beberapa wilayah di Indonesia.

"Kita melakukan pemeriksaan sampai ke Jambi, keliling loh, sampai ke Sumbar (Sumatera Barat). Kita ada sampai ke Papua juga."

"Tidak hanya di Jakarta, bahkan di Jakarta kita lakukan di tempatnya kepolisian, ada tempatnya TNI, kita lakukan pemeriksaan," ujar Ketut.

Berdampak besar dan menjadi harapan

Adriana mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tragedi Paniai tujuh tahun silam memiliki dampak besar, baik untuk masyarakat Papua maupun Indonesia secara keseluruhan.

Sebab, Presiden Joko Widodo berjanji akan menyelesaikan kasus tersebut pada 2014 lalu.

"Saya ingin kasus ini diselesaikan secepat-cepatnya, agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang."

"Kita ingin, sekali lagi, tanah Papua sebagai tanah yang damai," kata Jokowi pada 27 Desember 2014, di Stadion Mandala, Jayapura.

Sementara tragedi Paniai terjadi pada 8 Desember 2014.

"Ini menjadi catatan penting karena masyarakat berharap ini selesai, tapi ternyata perintah presiden pun sampai hari ini belum selesai."

"Salah satunya karena tertahan di Kejaksaan Agung," kata Adriana.

Pengungkap kasus yang relatif masih baru ini, kata Adriana, juga menjadi harapan bagi kasus-kasus lainnya, yang dijanjikan akan diselesaikan.

"Secara umum masyarakat menagih janji kan, terutama korban. Katanya mau selesaikan kasus HAM termasuk di Papua, yang satu ini saja tidak selesai-selesai."

"Jadi, harapan itu akan semakin hilang kalau kasus ini tidak diungkap secara baik. Dampaknya akan sangat panjang kalau ini tidak selesai-selesai," ujar Adriana.

Forum dialog tentang HAM

Menurut Adriana, sampai saat ini pemerintah terkesan "tidak serius" dalam mengatasi masalah pelanggaran HAM, terutama di Papua.

Adriana pernah mengusulkan dibentuk forum dialog tentang HAM kepada pemerintah, tapi sampai sekarang hal itu tidak pernah terwujud.

"Saya usulkan untuk membentuk forum dialog tentang HAM supaya persoalan ini tidak seolah-olah pemerintah terus dituntut, walaupun memang itu tanggung jawab pemerintah ya."

"Termasuk misalnya bagaimana kita mau menjawab laporan-laporan internasional tentang HAM, kita duduk bersama, kita bicara ada apa sebetulnya," kata Adriana.

Pada 2020, BBC News Indonesia memberitakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan tragedi Paniai di Papua yang terjadi pada 7-8 Desember 2014, termasuk pelanggaran HAM berat.

Dalam peristiwa itu, Komnas HAM mencatat empat orang tewas terkena peluru panas dan luka tusuk. Sementara itu, 21 orang lainnya terluka karena penganiayaan.

Komnas HAM menduga anggota TNI yang bertugas pada peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/Cendrawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, sebagai "pelaku yang bertanggung jawab".

Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV

Penulis : Edy-A.-Putra

Sumber : BBC


TERBARU