> >

Vaksin Booster Jadi Syarat Mudik, Ahli Kesehatan Sebut Tidak Realistis dan Tidak Konsisten

Bbc indonesia | 25 Maret 2022, 17:02 WIB
Percepatan vaksinasi Covid-19 di Papua Barat pada 13 Desember 2021 (Sumber: Antara)

Pemerintah akan melakukan pemeriksaan acak bagi pelaku mudik Lebaran 2022, dan memberikan alternatif kepada masyarakat untuk melakukan vaksinasi kedua dan booster di posko-posko jalur mudik.

Ahli kesehatan masyarakat menilai kebijakan kelonggaran mudik "tidak realistis" jika bertujuan mendorong target vaksinasi, karena waktu mudik sangat cepat dengan mobilitas penduduk yang besar.

Sementara itu, juru bicara vaksinasi pemerintah mengatakan syarat vaksin booster untuk mudik demi "memberikan proteksi kepada masyarakat". Sebelumnya Presiden Joko Widodo membolehkan masyarakat mudik pada libur Lebaran 2022, namun harus sudah divaksin lengkap dan mendapat booster atau dosis ketiga.

Di sisi lain, epidemiolog memperingatkan angka kematian masih tinggi serta penanganan covid yang belum optimal di tengah pelonggaran kebijakan mudik tahun ini.

Baca juga:

Henni Erwina, warga Tangerang Selatan, Banten masih pikir-pikir mengambil vaksinasi booster sebagai tiket bebas mudik tahun ini. Ia masih mempertimbangkan efek samping dari vaksinasi booster apalagi "mau ramadan".

"Untuk saya dan suami untuk booster dalam waktu dekat itu pun kita pertanyakan juga," kata Henni.

Henni dan suaminya sudah mendapat vaksinasi dosis kedua, dan kemungkinan memilih melakukan tes antigen agar bisa melewati pos-pos pemeriksaan di jalur mudik saat hendak ke kampung halaman di Sukabumi, Jawa Barat.

"Jadi kalau antigen itu jadi syarat yang belum booster, ya kita penuhi," kata Henni.

Henni akan menjadi bagian dari 80 juta penduduk yang diperkirakan melakukan mudik lebaran tahun ini.

Menurut Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik tahun 2022 ini akan meningkat lima kali lipat dari tahun sebelumnya, yang masih diberlakukan kebijakan penyekatan.

"Bisa saja angkanya sama atau meningkat, nanti kita lihat saja hasil survei terbarunya," kata juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/03).

Kemenhub bersama kepolisian akan melakukan pemeriksaan secara acak kepada pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi melalui posko di jalur-jalur mudik.

"Posko ini bukan penyekatan, tapi posko pelayanan," kata Adita yang menambahkan, aturan teknis dan mudik lebaran sejauh ini masih dibicarakan dengan Satgas Covid-19.

Syarat mudik lebaran 2022

Meskipun belum ada aturan resmi, tapi pemerintah sudah mengambil ancar-ancar mengenai syarat mudik Lebaran 2022 tidak wajib melampirkan hasil tes bagi mereka yang sudah mendapat vaksinasi booster.

Sementara itu, pemudik yang baru mendapatkan vaksin kedua diwajibkan melampirkan hasil tes antigen, dan pemudik yang baru mendapat dosis pertama atau belum sama sekali, harus menunjukkan hasil tes PCR negatif.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sdikin mengatakan nantinya para pemudik yang ingin melakukan vaksinasi dosis kedua atau pun booster bisa mendapatkannya di saat perjalanan, sebagai ganti tes antigen ataupun tes PCR.

"Atau alternatifnya, bisa melakukan suntik vaksinasi kedua dosis dua atau booster-nya di tempat-tempat yang nanti disediakan pemerintah di jalur mudik ini," kata Menkes Budi Gunadi, yang menambahkan saat ini jumlah stok vaksin masih mencapai 80 juta, "Yang kita miliki masih empat bulan stok."

Namun, warga lain yang juga punya hajat untuk mudik, Novaeny, mengaku tak akan menggunakan fasilitas tersebut. Ia berencana berangkat satu minggu sebelum Lebaran dari daerah Tangerang ke Yogyakarta dengan kendaraan pribadi.

"Kalau perjalanan darat suka capek aja gitu, apalagi kalau mudik, Lebaran, kondisi ramai, sudah capek di jalan, booster di jalan nanti takutnya badan nge-drop gitu loh," kata Novaeny yang mengaku merasakan efek samping dari vaksinasi sebelumnya.

Untuk proteksi masyarakat

Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan tidak ada target khusus untuk vaksinasi dalam momentum mudik dan Lebaran tahun ini. Kata dia, syarat vaksinasi ini "betul-betul [untuk] memberikan proteksi kepada masyarakat."

"Kita tidak ingin bahwa masyarakat yang melakukan perjalanan mudik, itu untuk sakit tertular, orang yang dikunjungi itu juga mengalami risiko," kata dokter Nadia.

Namun begitu, kata Nadia, "kita berharap setidaknya kalau bisa lakukan percepatan 30% dari masyarakat itu sudah vaksinasi booster lengkap pada akhir Mei. Pun untuk 70% vaksinasi keduanya, masyarakat bisa mendapatkan vaksinasi itu ditargetkan pada akhir Mei."

Laporan Kemenkes per Kamis (24/03) mencatat total vaksinasi nasional untuk kelompok rentan dan masyarakat umum dosis 1 sebesar 78,74%, vaksinasi dosis 2 mencapai 61,99%, dan vaksinasi dosis tiga atau booster sebesar 8,71%. Vaksinasi ini di luar dari kelompok anak, remaja, dan gotong royong.

Nadia mengakui terjadi perlambatan vaksinasi, khususnya booster belakangan ini. Menurutnya hal ini dikarenakan "masyarakat mungkin juga merasa sekarang ini sudah lebih aman, sehingga dorongan untuk mendapatkan vaksinasi booster tidak sebesar pada waktu kondisi sebelumnya.

"Kedua, kita merasa mungkin bahwa ada pengalaman dengan efek samping, sehingga itu juga yang menjadi salah satu, tantangan mengapa memilih untuk menunda melakukan vaksinasi," tambah Nadia.

Tidak realistis

Bagaimanapun, Ketua Umum Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Ede Surya Darmawan menilai momentum mudik Lebaran ini sedang digunakan pemerintah mengejar target vaksinasi.

Menurutnya, kebijakan ini "tidak realistis". Sebab, kata dia, umumnya periode mudik baru terjadi sepuluh hari sebelum Lebaran, atau hari-hari setelah lebaran.

"Jadi kita cuma punya waktu nggak sampai sebulan untuk menyelesaikan target seperti itu. Jadi sebenarnya, nggak realistis kebijakan seperti itu," kata Ede Surya.

Selain itu, kata Ede Surya, kebijakan ini "tidak konsisten" jika dibandingkan dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tentang syarat perjalanan dalam negeri.

Dalam aturan PPKM teranyar, syarat pelaku perjalanan dalam negeri yang menggunakan moda transportasi udara, darat, laut, dan kereta api tidak diwajibkan menunjukkan hasil negatif tes PCR dan antigen selama sudah mendapat vaksin kedua dan vaksin booster.

Hasil negatif tes PCR atau antigen diwajibkan bagi pelaku perjalanan dalam negeri yang belum mendapat vaksinasi atau baru mendapatkan vaksinasi pertama, atau orang dengan komorbid.

"Sebenarnya simple pertanyaannya, yang mudik itu dan yang melakukan perjalanan dalam negeri itu beda atau sama? Kalau sama, kenapa mesti beda perlakuannya," kata Ede Surya kepada BBC News Indonesia, Kamis (24/03).

Namun hal ini dibantah oleh Siti Nadia Tarmizi yang mengatakan kewajiban tes antigen bagi pemudik yang baru mendapat dosis kedua karena "situasinya berbeda", di mana terjadi " mobilitasnya besar-besaran, pada waktu yang bersamaan".

"Special case pada saat mudik, dan itu tidak diterapkan pada semua kondisi," katanya.

Fokus pengendalian

Di sisi lain, pakar epidemiologi Masdalina Pane memperingatkan agar pemerintah fokus pada urusan pengendalian kasus di tengah pelonggaran mudik Lebaran tahun ini.

Sejauh ini angka positivity rate atau jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 dari hasil tes masih berada di atas 5% atau masih melewati ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Berdasarkan data pemerintah, angka positivity rate nasional dalam satu pekan terakhir mencapai 7,09%.

"Kalau positivity rate kita di bawah 5%, tidak ada alasannya untuk kita tidak mudik," kata Masdalina.

Selain itu, Masdalina juga menyoroti angka kematian akibat Covid-19 yang dalam satu pekan terakhir masih berada di atas 2%. "Bagi kami, sinyal kematian itu adalah sinyal yang tidak bisa menipu. Kalau jumlah kasus itu bisa berbohong," katanya.

Ia mendorong pemerintah memperkuat testing, tracing dan treatment, serta penegakan protokol kesehatan yang mulai diabaikan oleh masyarakat.

"Kemudian vaksinasi boleh juga diberikan… Tapi penuhi dulu yang dua dosis, baru bicara booster ketiga, booster keempat," katanya.

Masdalina Pane menilai pemerintah sejauh ini masih "Asal-asalan saja bikin kebijakannya. Sama kayak PPKM, kan kelihatannya serius, kan dilaksanakan atau nggak, kan nggak juga."

Sementara itu, dalam rangka mudik Lebaran yang dilonggarkan, Ketua Umum IAKMI, Ede Surya Darmawan mendorong agar pemerintah memberi perhatian khusus pada orang dengan komorbid dan usia tua. Kelompok rentan ini menyumbang hampir setengah dari total kematian karena Covid.

"Karena kita khawatir pada kelompok inilah kegawatdaruratan itu terus berlanjut," katanya.

Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV

Penulis : Edy-A.-Putra

Sumber : BBC


TERBARU