Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu Tempe Tertekan Impor, tapi Petani Bahagia (2)
Bbc indonesia | 22 Februari 2022, 13:01 WIBGuru Besar IPB, Profesor Dwi Andreas Santosa, menguatkan hal tersebut. Menurutnya, komoditas kedelai tak banyak dilirik petani lantaran biaya produksinya tinggi sementara harga jualnya rendah karena tertekan bersaing dengan produk impor.
Ia mengilustrasikan hasil kajian yang pernah dibuat pada tahun 2000an, di mana saat itu harga kedelai impor Rp1.500 per kilogram sementara biaya produksi di usaha tani sekitar Rp2.500 per kilogram.
"Mana ada petani mau tanam berhadapan dengan frontal dengan kedelai impor. Akhirnya, lenyaplah lahan yang sebelumnya dikelola untuk kedelai," katanya.
- 'Kita makan daging dari hewan yang diberi makan kedelai dari lahan perusakan hutan'
- 'Mobil Kedelai' produksi Ford, tapi mengapa gagal dan urung dijual?
Selama ini petani lebih memilih untuk beralih komoditas lain yang lebih menguntungkan dibandingkan kedelai.
Kedelai, kata dia, sejauh ini hanya sebagai tanaman sampingan yang "tidak diseriusi" petani.
Menurutnya, sudah hampir tidak mungkin Indonesia bisa melakukan swasembada kedelai karena tingkat ketergantungan impor sudah di atas 90%, dan keterbatasan lahan pertanian.
Berdasarkan data BPS, luas panen kedelai sejak 1998 hingga 2015 menurun hampir setengahnya semula 1 juta hektar, menjadi 614.095 hektar. Penyusutan lahan ini, kemungkinan karena petani beralih menanam komoditas lain.
Namun, masih ada potensi untuk menurunkan ketergantungan terhadap impor, tambah Prof Andreas, "tapi menurunkan saja, tidak sampai swasembada.".
Pertama, mempertahankan harga kedelai di pasaran sebesar Rp12.000. Dengan demikian, petani bisa mengambil marjin keuntungan yang lebih besar jika biaya produksi sebesar Rp6.000-7.000 per kilogram.
Kedua, pemerintah melakukan pembelian kedelai dari petani seharga Rp11.000. Kedelai yang dibeli pemerintah, nantinya bisa dijadikan cadangan, yang sewaktu-waktu bisa dilepas ke pasar saat harga kedelai global sedang meroket.
"Sehingga harga [nanti] turun sesuai harga mekanisme pasar," katanya.
Harga kedelai naik, petani "bahagia"
Pendapat Profesor Andreas disambut hangat oleh petani kedelai.
Di lapangan, petani kedelai di Grobogan, Jawa Tengah mengaku "senang" dengan kenaikan harga kedelai global yang menyentuh Rp12.000 per kilogram.
Harga tersebut telah melampaui biaya produksi mereka di kisaran Rp6.000-6.500 per kilogram. Saat ini, petani menjual kedelai di harga Rp9.000-10.000 per kilogram.
"Bagi petani kedelai ya Alhamdulilah, bersujud pada Allah," kata Ali Muktar, warga Grobogan yang sudah lebih dari tiga dekade bertani kedelai.
Baca Juga: Mogok Produksi karena Harga Kedelai Naik, Produsen Tahu Tempe: Kita Nyerah! (1)
Saat ini ia bersama kelompok tani memiliki 50 hektar lahan yang ditanami kedelai. Produksinya mencapai 3 ton per hektar sekali panen.
Kata Ali, saat ini petani lainnya di Grobogan sudah mulai beralih ke pertanian kedelai menyusul tingginya harga kedelai global, dan permintaan juga semakin meningkat.
Bagaimana pun, baik Ali dan kelompok perajin tempe dan tahu sama-sama mendorong pemerintah untuk menstabilkan harga kedelai.
"Itu nanti bagaimana kebijakan, mau disubsidi berapa, yang penting bisa mengangkat harga petani dan bisa membuat perajin ini juga nyaman. Jadi dua-duanya ini nyaman," tambah Ali.
Jalin komunikasi dengan importir
BBC News Indonesia meminta keterangan dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan terkait hal ini. Namun, tidak mendapat respon.
Namun sebelumnya, kepada Antara, Oke Nurwan mengatakan mengambil langkah berkomunikasi kepada importir untuk tetap mengamankan ketersediaan kedelai.
"Kemudian saya sudah menyampaikan kepada importir untuk melakukan tetap melakukan transaksi importasinya untuk bulan-bulan selanjutnya, sampai puasa dan lebaran terlewati," kata Oke.
Ia juga mengatakan kenaikan harga kedelai ini dipengaruhi oleh gangguan musim, tingginya biaya logistik di masa pandemi, serta aksi borong kacang kedelai dari AS oleh China untuk pakan babi.
Berdampak pada inflasi
Namun, menurut Anggota Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, menyebut itu bukanlah langkah konkret untuk menyetabilkan harga kedelai.
"Kecuali tadi, dia [pemerintah] mengkambinghitamkan faktor eksternal. Seolah-olah pemerintah itu nggak bisa berbuat apa-apa, terhadap gejolak harga kedelai," kata Daryatmo kepada BBC News Indonesia.
Ia menambahkan, harga labil kacang kedelai karena mengacu pada harga global akan membuat masyarakat, khususnya perajin tempe dan tahu rentan terhadap gejolak ekonomi.
"Padahal, itu kan dampak ke inflasinya cukup besar, karena proporsi pangan di dalam inflasi itu kan komponennya hampir 30%," tambah Daryatmo.
Sementara itu, mantan menteri perdagangan Rahmat Gobel kepada BBC menuturkan agar Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk kembali mengambil peran tata niaga kedelai.
"Jangan dilepas ke perdagangan bebas. Lebih baik serahkan kembali kepada Bulog untuk stabilisator termasuk beras," kata Rahmat.
Rahmat Gobel yang saat ini menjabat wakil ketua DPR juga mendorong adanya kerja sama lintas kementerian, yang selama ini menurutnya masih berjalan sendiri-sendiri soal kebijakan impor pangan.
"Ini lintas kementerian, kita harus berkomitmen untuk itu. Masalahnya, yang menjadi penanggung jawab adalah [kementerian] pertanian, tapi kalau [kementerian] perdagangan dibukain terus [impornya] ya nggak bisa-bisa juga," katanya.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : BBC