Mengenal Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang: Dari Warisan Nenek Moyang hingga Menjadi Indikasi Geografis
Advertorial | 15 November 2024, 13:00 WIBKOMPAS.TV – Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya maupun kebudayaan di setiap daerahnya.
Keberagaman sumber daya dan budaya khas di tiap daerah mendorong pemerintah mengizinkan suatu lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu mendaftarkan Indikasi Geografis melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan.
Kabupaten Mamuju di Sulawesi Barat memiliki peninggalan nenek moyang yang sudah terdaftar sebagai Indikasi Geografis, yaitu Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang.
Nama Sekomandi berasal dari dua kata, yaitu “Seko” yang artinya ikatan persaudaraan dan “Mandi” yang artinya kokoh. Jadi, arti dari Sekomandi adalah ikatan persaudaraan yang kokoh.
Kain tenun berumur 400 tahun ini awalnya hanya digunakan untuk acara-acara besar, seperti acara keagamaan. Namun, lambat laun kain tenun ini juga digunakan untuk dekorasi acara kedukaan, pesta adat, serta gaun pengantin.
Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang terdaftar sebagai Indikasi Geografis berkat inisiasi dari Asosiasi Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (AMPIG) yang didukung Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju.
Untuk mendaftarkan Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang sebagai Indikasi Geografis, AMPIG harus menyertakan dokumen pendukung yang menyatakan ciri khas tenun tersebut, mulai dari cara pembuatan, motif, tata cara pelaksanaan, hingga sejarahnya.
Keistimewaan Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang terdapat di pola dan motifnya yang bernilai simbolis serta dipenuhi filosofi dan budaya dari masyarakat Kecamatan Kalumpang dan Bonehau.
Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang memiliki 10 jenis motif, yaitu Tosso Balekuan, Ulu Karua Barinni, Lelen Sepu’, Dappu, Tobo Alang, Tomoling, Kokkong Totandung, Situtu, dan Ulu Karua Lepo.
Grace, seorang pengrajin Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang di Desa Hinua, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, menyampaikan bahwa pembuatan kain memakan waktu cukup lama karena proses yang membutuhkan keterampilan, ketelitian, dan kesabaran.
Menurut Grace, lama pembuatan Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang bukan berdasarkan motif, tetapi jumlah pengrajin yang mengerjakan motif.
Proses pembuatan Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang dimulai dari pemintalan kapas menjadi benang, yang kemudian disusun satu per satu di kayu yang sudah disiapkan. Proses penyusunan dan pengikatan motif tersebut akan memakan waktu sampai berbulan-bulan.
Sejak Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang ditetapkan sebagai Indikator Geografis, Grace mengaku ada peningkatan yang signifikan terhadap penjualan dan pemasaran Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang.
“Luar biasa peningkatan penjualan, pemasaran, apalagi sudah ada indikasi geografisnya itu sangat luar biasa. Semangatnya penenun, karena semakin meningkat penjualan, khususnya kain Sekomandi,” ujar Grace.
Selain itu, Grace juga menyatakan bahwa pemasaran Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang menjadi lebih luas dan mudah.
“Ada ke Bali, ada ke Toraja, ada ke Jakarta. Saya kerja sama dengan desainer yang ada di Jakarta dan di Makassar juga,” kata Grace.
Tak hanya itu, status Indikasi Geografis juga berdampak pada harga kain tenun yang menjadi lebih stabil, peningkatan ekonomi, serta adanya dorongan upaya pelestarian dan menjaga budaya.
Sebelum ditetapkan sebagai Indikator Geografis, Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju telah memiliki program untuk melestarikan Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang. Program tersebut mewajibkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) memakai selendang Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang tiap Rabu.
Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju juga memiliki program pelatihan kepada pengrajin untuk mengembangkan Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang.
“Jadi, kami banyak melakukan pelatihan-pelatihan kepada pengrajin untuk lebih mengembangkan diri dalam hal melakukan inovasi-inovasi motif yang sudah ada,” jelas Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mamuju, Mursidin.
AMPIG juga berperan besar dalam menjaga mutu, kualitas, dan keaslian Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang dengan memberikan klasifikasi A, B, dan C, yang berarti:
- Kualitas Super (A): Semua kriteria terbaik terpenuhi, yaitu benang terbuat dari kapas, menggunakan jenis pewarna alami, dan produk ditenun rapi;
- Kualitas Terbaik (B): Menggunakan benang tekstil tetapi tetap memakai pewarna alam serta memiliki tingkat kerapian yang baik atau menggunakan pewarna tekstil dan tingkat kerapian yang baik;
- Kualitas Bagus (C): Menggunakan pewarna campuran antara pewarna alam dan tekstil.
Sekretaris AMPIG Marwan mengaku, terdapat sejumlah tantangan dalam melestarikan Tenun Ikat Sekomandi Kalumpang.
“Yang dirasakan para pengrajin di dua kecamatan ini, itu adalah ketersediaan bahan baku. Baik itu benang, dari segi pewarnaan alami, itu antara kemiri dan akar mengkudu. Itu yang semakin hari semakin berkurang. Dan juga produk-produk tiruan yang juga terkadang merusak harga pasar itu sendiri,” jelas Marwan.
DJKI sebagai lembaga yang memberikan Indikasi Geografis tentunya juga berperan penting dalam melindungi dan menjaga berbagai sumber daya atau kebudayaan yang telah tersertifikasi, salah satunya adalah dengan memastikan tidak ada pemalsuan.
“Kita adalah sebagai salah satu pembina IG (indikasi geografis) di seluruh Indonesia dan kita terus mendorong agar seluruh daerah-daerah itu bisa mendaftarkan produk-produk unggulannya. Tetapi yang paling penting, ketika sudah mendapatkan perlindungan melalui pendaftaran, kita harus memastikan bahwa tidak ada pemalsuan, tidak ada orang yang mengaku-ngaku,” jelas Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua.
“Dengan mendaftarkan indikasi geografis, DJKI mendorong agar warisan-warisan kita tidak hilang,” lanjutnya
Dengan hal ini, DJKI berharap tanda Indikasi Geografis dapat membawa dampak bagi para petani dan pengrajin di seluruh Indonesia.
“Kita ingin sertifikat indikasi geografis tidak hanya sertifikat, tetapi benar-benar sekali lagi, membawa dampak bagi petani, pengrajin. Tentu dampaknya adalah kesejahteraan masyarakat,” pungkas Kurniaman.
Penulis : Adv-Team
Sumber : Kompas TV