> >

Pelestarian Gajah Sumatra di Balik Keramaian Tol Pekanbaru-Dumai

Advertorial | 18 September 2024, 12:00 WIB
Gajah Sumatra di Riau memiliki jalur lintasannya sendiri yang telah ada sejak lama, tetapi saat ini jalur tersebut beririsan dengan jalur Tol Pekanbaru-Dumai (Permai). (Sumber: Dok. ANTARA)

KOMPAS.TV – Gajah Sumatra merupakan salah satu hewan yang dilindungi di Indonesia. Berdasarkan catatan Forum Konservasi Gajah Indonesia, populasi Gajah Sumatra berkurang hingga 69 persen dalam 20 tahun terakhir. 

Saat ini, terdapat 1.200 ekor gajah Sumatra yang tersebar di seluruh wilayah Sumatra. Provinsi Riau merupakan salah satu habitat asli gajah liar Sumatra yang ada di Indonesia. 

Gajah memiliki kebiasaan yang mirip dengan manusia, yaitu tidur pada siang hari, dan berjalan serta mencari makan pada sore hari. Berkurangnya populasi gajah terus mendorong dilakukannya perlindungan terhadap gajah, seperti melalui suaka margasatwa atau penangkaran gajah liar.

Gajah Sumatra di Riau memiliki jalur lintasannya sendiri yang telah ada sejak lama, tetapi saat ini jalur tersebut beririsan dengan jalur Tol Pekanbaru-Dumai (Permai). Pemerintah pun melakukan upaya konservasi gajah Sumatra yang dapat berjalan beriringan dengan pembangunan jalur Tol Permai. 

Dinamika Kehidupan Gajah Sumatra

Sejak tahun 1980, keberadaan gajah liar dianggap sebagai permasalahan bagi masyarakat. Sebelumnya, agar tidak mengganggu program pembangunan dilaksanakan Operasi Ganesha dan Tata Liman yang bertujuan untuk menggiring gajah secara besar-besaran ke habitat aslinya. 

Saat ini, pemerintah juga mengupayakan pelestarian lingkungan hidup yang meliputi konservasi, perlindungan, dan penangkaran satwa liar serta satwa langka.

Pemerintah membentuk Pusat Konservasi Gajah (PKG) sebagai upaya untuk melestarikan gajah Sumatra di Indonesia dan PKG Minas yang berada di Riau merupakan salah satunya.

Di PKG Minas terdapat 15 ekor gajah Sumatra yang terdiri dari 10 gajah jantan dan 5 gajah betina. Sementara itu, terdapat 16 mahout atau pawang gajah di PKG Minas yang bertugas memelihara 15 ekor gajah Sumatra. 

Baca Juga: Penelitian Terbaru Ungkap Gajah Kemungkinan Saling Panggil Menggunakan Nama

Sahron, salah satu mahout atau pawang gajah di PKG Minas, mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan perilaku di antara gajah jantan dan betina. 

“Memang perbedaannya, kalau gajah jantan ini risiko kita kan sangat fatal karena dia emosional lebih tinggi. Kalau lebih adem, memang kalau sama gajah betina. Kalau gajah betina ini dia tidak segitu emosional melihat kita,” ujar Sahron, dikutip dari video Antara pada Selasa (17/9).

Komunikasi antara mahout dan gajah pun diperlukan agar mahout dapat merawat gajah. Kebiasaan dan kedekatan mahout dengan gajah menjadi hal yang penting dalam komunikasi dengan gajah.

“Tergantung kita juga, PDKT (pendekatan) kita untuk memberi dia makan tiap hari macam mana, tergantung membimbing dia macam mana. Sama kayak kita membina, mendidik anak kita,” lanjut Sahron.

Sama seperti manusia, perilaku gajah juga mengikuti umurnya. Gajah yang paling muda di PKG Minas, yaitu Togar yang berusia sekitar 5–6 tahun, memiliki perilaku kekanak-kanakan, seperti berteriak dan berlari untuk melepaskan dirinya. 

“Perilaku gajah ini mengikuti umur, ya. Jadi, anak, remaja, gajah dominan, atau gajah tua itu perilakunya berbeda-beda, baik itu gajah kelompok, gajah yang sendiri, misalnya gajah soliter. Nah, itu perilakunya berbeda,” jelas Zulhusni, Ketua Rimba Satwa Foundation.

Gajah yang hidup berkelompok dan gajah yang hidup sendiri memiliki kebiasaan yang berbeda. Gajah yang berkelompok terdiri dari induk dan kelompok betina di dalam satu kelompok. Sementara itu, gajah jantan hidup menyendiri atau soliter.

Jika gajah ingin kawin, maka gajah jantan baru bergabung dengan kelompok betina. Gajah merupakan hewan nokturnal. Ia aktif di malam hari dan cenderung tidur atau berkubang di pinggir sungai saat siang hari.

Selain itu, gajah merupakan hewan yang adaptif, mereka bisa menyesuaikan keadaan di lingkungannya. Gajah juga memiliki peran penting dalam memelihara lingkungan, yaitu membantu perkembangbiakan tanaman.

“Gajah itu kita sebut satwa petani karena dia memiliki pencernaan tidak bagus, misalnya makan mangga tuh ketika poop atau buang kotoran itu yang keluar bijinya mangga gitu, atau makan jagung atau tanaman-tanaman yang mereka makan itu keluar utuh menjadi biji. Kemudian bisa menjadi generasi baru tanaman di hutan,” ungkap Zulhusni.

 

Tol Istimewa Pelintasan Gajah

Pada 25 September 2020, Presiden Joko Widodo meresmikan Tol Pekanbaru-Dumai (Permai) yang merupakan bagian dari proyek Tol Trans Sumatra. Dengan adanya Tol Permai, perjalanan menjadi jauh lebih singkat dibandingkan sebelumnya.

Tol Permai memiliki lima Underpass Perlintasan Gajah (UPG) satu-satunya di Indonesia untuk menjaga ekosistem gajah Sumatra. (Sumber: Dok. ANTARA)

“Tol ini sangat berpengaruh untuk memotong waktu dan singkat menuju tujuan, contohnya ke Dumai, arah Medan bisa kita targetkan waktunya. Jadi makasih, bisa sangat-sangat memotong waktu,” ucap May Rizki Sitohang, pengguna jalan Tol Permai.

Penulis : Adv-Team

Sumber : Kompas TV


TERBARU