> >

BNPT: ASN dan Pegawai BUMN Rentan terhadap Paham Radikalisme

Advertorial | 26 Juni 2024, 12:00 WIB
Dalam rangka penanggulangan radikalisme dan terorisme, terdapat dua strategi utama: kontra-radikalisasi dan deradikalisasi. (Sumber: Dok. ANTARA)

KOMPAS.TV – Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai BUMN, terutama yang berasal dari generasi muda, adalah kelompok yang rentan terhadap paham radikalisme.

Radikalisme didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum yang berupaya mengganti sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan sistem lain.

Radikalisme juga dapat dikatakan sebagai paham anti-pancasila, anti-kebhinekaan, anti-NKRI dan anti-Undang-undang dasar 1945 karena itulah, radikalisme merupakan ancaman terselubung bagi Indonesia.

Paham radikalisme merupakan bibit dari terorisme, karena itu penting mencegah paham radikalisme masuk pada ASN mengingat posisi strategis ASN sebagai agen perubahan.

Dalam rangka penanggulangan radikalisme dan terorisme, terdapat dua strategi utama: kontra-radikalisasi dan deradikalisasi.

Upaya ini dilakukan oleh semua kementerian dan lembaga terkait, termasuk melalui skrining untuk memastikan bahwa pegawai tidak terpapar radikalisme, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) pada Desember 2023, jumlah ASN mencapai 4.465.768 jiwa. Mayoritas (73 persen) memiliki jenjang pendidikan sarjana, 14 persen diploma, dan 13 persen lulusan sekolah menengah atas. 

Kelompok usia ASN terdiri dari 52 persen generasi milenial, 39 persen generasi X, dan 6 persen generasi baby boomers. Generasi muda sangat rentan terhadap radikalisme karena semangat mereka yang tinggi dan pemahaman yang belum matang.

Kementerian PAN-RB mencatat sepanjang 2020 dan 2021 terjadi peningkatan jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) terlibat paham radikalisme.

Pada 2020, terdapat 11 ASN yang terlibat paham radikalisme. Sedangkan pada 2021, Kemen PAN-RB menerima 97 aduan, diantaranya 27 orang terbukti melakukan pelanggaran radikalisme. Tentu saja hal ini merupakan kondisi yang harus diwaspadai, mengingat posisi strategis ASN yang bekerja atau berada di instansi/lingkungan pemerintah.

Menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) pada Desember 2023, jumlah ASN mencapai 4.465.768 jiwa. (Sumber: Dok. ANTARA)

Faktor Penyebab Radikalisme

Menurut BNPT, terdapat beberapa faktor penyebab munculnya paham radikalisme pada seseorang:

  • Faktor Internal: Perasaan ketidakadilan terhadap masalah ekonomi, sosial, dan pemerintahan.
  • Faktor Eksternal: Pengaruh politik luar negeri yang tidak adil dan sentimen keagamaan dari pihak internasional.
  • Faktor Budaya: Pemahaman agama yang dangkal.

Radikalisme merupakan ancaman bagi Indonesia karena bertentangan dengan Pancasila, kebhinekaan, NKRI, dan Undang-Undang Dasar 1945. Paham radikalisme dapat memotivasi seseorang menjadi intoleran dan ekstremis.

Upaya Pencegahan dan Penanganan Radikalisme pada ASN

Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan birokrasi dan ASN bebas radikalisme. Teroris kini menyebarkan paham radikalisme melalui media daring yang interaktif.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengidentifikasi dan memblokir 5.731 konten radikalisme sejak 17 Juli 2023 hingga 2 Maret 2024. Pemerintah juga meluncurkan portal aduan ASN untuk mengadukan pelanggaran yang mengandung unsur ujaran kebencian dan radikalisme.

Baca Juga: BNPT Beberkan Tantangan Pemerintah Baru Dalam Penanganan Terorisme

Pada 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan nilai dasar atau core values ASN yang disebut BerAKHLAK.

Nilai dasar ASN BerAKHLAK merupakan fondasi baru bagi para Aparatur Sipil Negara yang berasal dari UU ASN Nomor 5 tahun 2014 pasal 4 yang memuat 15 nilai dasar prinsip profesi ASN yang kemudian dirumuskan menjadi 7 (tujuh) nilai dasar ASN BerAKHLAK.

Nilai dasar tersebut adalah berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif dan ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengenai implementasi nilai dasar dan employer branding ASN.

Tujuh nilai dasar ini merupakan landasan perilaku ASN dalam menjalankan profesi sebagai abdi negara dan masyarakat untuk diterapkan dalam setiap instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah.

Baca Juga: Anak Rentan Terpapar Radikalisme dari Medsos, BNPT dan FKPT Kalsel Lakukan Pencegahan dari Sekolah

Nilai dasar ASN BerAKHLAK adalah fondasi kuat untuk transformasi ASN menuju Indonesia maju dengan keteguhan dan keyakinan terhadap pancasila yang didapatkan dari pengamalan nilai loyal. Pengamalan nilai ini juga merupakan salah satu upaya pemerintah menangkal paham radikalisme di kalangan ASN.

ASN diharapkan menjadi agen pemerintah yang bersih dan melayani, serta mampu membangkitkan semangat keindonesiaan dan nasionalisme.

Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila, ASN dapat menjadi teladan dan perekat persatuan dalam masyarakat. Fokus pada sosialisasi dan internalisasi budaya kerja ASN berakhlak diharapkan dapat mencegah masuknya paham radikalisme di lingkungan pemerintahan.

Melalui kerja sama yang terus-menerus, pemerintah berupaya memastikan penerapan nilai-nilai konstitusi dalam setiap aspek kehidupan ASN.

ASN yang loyal kepada bangsa dan negara akan tercermin dalam perilaku kerja dan kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat menjadi teladan dalam memperkuat keindonesiaan dan nasionalisme. Upaya ini juga bertujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan membebaskan ASN dari paham radikalisme.

Penulis : Adv-Team

Sumber : Kompas TV


TERBARU