Semangat Gotong Royong Berlandaskan Pancasila sebagai Pedoman Kebangkitan Indonesia dan Dunia
Advertorial | 25 Agustus 2022, 19:18 WIBKOMPAS.TV – Setelah sukses dengan episode pertama, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Kompas TV kembali menyelenggarakan Seminar Pancasila 2022. Pada episode kedua, judul yang diangkat yaitu “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat Dengan Gotong Royong”.
Sambutan ketua BPIP Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D. mengawali seminar yang dipandu news anchor Kompas TV Frisca Clarissa ini.
Selama lebih dari dua tahun dilanda pandemi Covid-19, dunia belum sepenuhnya pulih. Di tengah tantangan yang melanda tersebut, masyarakat Indonesia sepatutnya bersyukur karena Indonesia termasuk dalam lima besar negara yang dianggap mampu mengendalikan Covid-19.
Menurut Prof. Yudian, topik utama pada seminar kali ini, yaitu “pulih lebih cepat”, merupakan pujian dari PBB kepada bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa yang berhasil menghadapi Covid-19.
Beberapa negara cenderung mengalami stagnan, ada yang menurun, bahkan ada negara yang mengalami resesi. Oleh sebab itu, Prof. Yudian menyampaikan rasa syukurnya karena Indonesia berhasil menekan varian virus Corona secara drastis.
Prof. Yudian menambahkan, semua keberhasilan ini selain berkat bantuan dari obat dan vaksin, juga merupakan bentuk gotong royong masyarakat, pemerintah daerah, TNI, Polri, tenaga medis, organisasi-organisasi sosial yang paling bawah seperti di desa-desa.
Baca Juga: BPIP Gelar Seminar Pancasila 2022 Series 2, Sebarkan Nilai Gotong-royong
Selain itu, ekonomi Pancasila dan sistem pengelolaan ekonomi negara Indonesia mengedepankan nilai-nilai religiusitas, humanitas, nasionalitas, demokrasi, dan keadilan sosial. Ekonomi Pancasila memprioritaskan keberpihakan kelompok ekonomi kecil, usaha menengah kecil dan makro, dan organisasi koperasi yang menjadi pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Pemerintah sudah semestinya mendorong kebangkitan dan pertumbuhan UMKM dan koperasi dengan berbagai kebijakan. Prof. Yudian juga ingin menekankan bahwa nilai-nilai Pancasila bersifat universal dan dapat dijadikan landasan bagi pertumbuhan pembentukan norma baik kenegaraan maupun moral bagi bangsa Indonesia maupun bangsa lain
“Karena itu, menjadi kewajiban bagi kita, bangsa Indonesia, untuk menyebarluaskan ke seluruh dunia melalui G20 mengenai kekuatan gotong royong Pancasila yang mempererat Indonesia pulih dari pandemi dan lebih cepat dan paket ekonomi yang lebih kuat,” tutup Prof. Yudian.
Seminar episode kedua ini menghadirkan narasumber inspiratif dari berbagai latar belakang, yaitu Ketua MPR RI H. Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A., anggota DPR RI Prof. Dr. Hendrawan Supratikno, peneliti vaksin Astra Zeneca sekaligus Ikon Prestasi Pancasila 2021 Carina Joe, serta peneliti HAM Gustika Jusuf.
Salah satu pedoman yang dianggap sebagai kunci Indonesia menghadapi krisis global adalah gotong royong. Buku yang diterbitkan Penerbit Guntur tahun 1947 memuat pidato Bung Karno dalam pertemuan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.
Buku yang ditulis Mualif Nasution ini menyebut Bung Karno selalu membawa semangat gotong royong dalam pidatonya, baik di dalam maupun di luar negeri. Gotong royong merupakan paham kekeluargaan yang dinamis serta mengedepankan kepentingan bersama.
Prof. Dr. Ermaya Suradinata, SH, MH, MS mengungkapkan gotong royong perlu diterapkan pada segala lapisan masyarakat Indonesia untuk mencari jawaban atas segala tantangan yang dihadapi bangsa dan negara.
Baca Juga: BPIP Kaji Pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB 1960 untuk KTT G20 di Bali
Gotong royong diperlukan untuk menggali semangat bersatu dan membangun NKRI bersama-sama dari berbagai suku, budaya, serta adat istiadat. Karena itu, ideologi gotong royong berlandaskan Pancasila perlu dilestarikan demi mewujudkan persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia dan kesejahteraan masyarakat dunia.
Ketua MPR Bambang Soesatyo memaparkan, Indonesia dapat membawa nilai gotong royong dalam menghadapi krisis global di kesempatan Presidensi G20. Situasi politik ekonomi dunia yang memanas tidak akan bisa dihadapi sendiri sehingga perlu adanya kerja sama antarnegara.
Belum lepas dari pandemi Covid-19, muncul tantangan baru seperti konflik Ukraina dan Rusia, perang dagang antara Amerika-Tiongkok, dan masalah global lainnya yang memepersulit negara-negara untuk bangkit.
Ketua MPR RI ini juga mengatakan Indonesia termasuk beruntung karena memiliki komoditas yang memadai hingga beberapa bulan mendatang. Namun, sebagian besar negara di dunia terancam bangkrut.
Bambang Soesatyo berharap, pemerintah Indonesia melalui pertemuan di Bali November mendatang mampu memanfaatkan situasi dengan mendorong nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong demi membangun solidaritas antarbangsa.
Pandemi yang dihadapi dunia menggambarkan ketimpangan satu sama lain. Sebagai contoh, perbandingan dosis vaksin penduduk Amerika dan Afrika. Bambang menambahkan, masyarakat sepatutnya bersyukur karena telah bergerak cepat dalam hal vaksin sehingga lebih cepat pulih.
Terlebih lagi terdapat ancaman baru yang sedang mengintai, yaitu monkey pox. Untuk meminimalisasi risiko akibat penyakit tersebut, tentunya diperlukan solidaritas dunia.
Prof. Dr. Hendrawan Supratikno memaparkan pendapatnya terkait cara membangkitkan solidarita antarbangsa. Menurut Prof. Hendrawan, dunia yang kita warisi dari masa lalu ini yang tidak adil.
Hal tersebut bisa saja disebabkan ideologi imperialisme, kolonialisme, dan hubungan-hubungan yang timpang di masa lalu. Karena itu, dibutuhkan usaha berlapis-lapis dalam upaya menciptakan keadilan dunia.
Namun, ada baiknya usaha tersebut dimulai dari keadilan di dalam negeri terlebih dahulu. Prof. Hendrawan mengatakan, ekonomi Indonesia sebelumnya dibawa ke arah yang lebih liberalistik sehingga salah satunya melahirkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Karena itu, di tahap selanjutnya, Prof. Hendrawan ingin mengusulkan Undang-Undang Cipta Keadilan.
Kata adil disebut dua kali dalam Pancasila, yaitu pada sila kedua dan sila kelima. Tujuannya adalah agar tidak hanya berfokus pada ketimpangan pasar, tetapi juga ketimpangan sosial. Nyatanya, pandemi menciptakan situasi yang kaya makin kaya, dan yang miskin tetap terpuruk.
Beliau juga selalu mengusulkan agar ada etika global yang memayungi upaya-upaya sinergisitas dan gotong royong pada tingkat dunia.
Gustika Jusuf sebagai pengamat HAM dari kalangan pemuda memaparkan pentingnya mengakui peran masyarakat dalam bergotong royong dalam menciptakan keadilan. Sebagai contoh, banyak inisiatif saling membantu sesama di masa pandemi yang lahir dari kelompok pemuda.
Selain itu, banyak gerakan masyarakat sipil yang turut membantu pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Misalnya, gerakan Lapor Covid saat awal pandemi yang menjadi perhatian banyak pihak termasuk pemerintah membantu masyarakat. Jadi, diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah atau pengambil kebijakan dan masyarakat sipil dalam menciptakan keadilan.
Baca Juga: Seminar Pancasila 2022 BPIP: Kupas Tuntas Lintas Generasi Pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB
Carina Joe juga turut membagikan kisahnya dalam bekerja sama meneliti vaksin Astra Zeneca. Carin sempat hampir menyerah, tetapi dengan semangat gotong royong menghadapi pandemi bersama tim peneliti akhirnya berhasil sampai di titik ini.
Carina mengakui, mungkin dunia ini belum sempurna dan ideal dalam menampakkan keadilan. Namun, Carina dan tim tetap berupaya bergotong royong sebagai peneliti. Meskipun tidak terlibat politik, tetapi sebagai ilmuwan tetap bergotong royong. Mulai dari riset, uji klinis, dan manufaktur vaksin diperlukan kerja sama banyak pihak.
Carina dan tim berupaya agar vaksin yang diproduksi dapat dirasakan baik di negara-negara maju maupun negara berkembang. Dengan mendistribusi vaksin tanpa profit, semua negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan vaksin. Hal tersebut merupakan contoh nyata gotong royong yang melibatkan banyak pihak demi mengatasi suatu masalah.
Bambang Soesatyo pun menyatakan rasa bangganya terhadap kepedulian generasi muda di tengah situasi sulit. Banyak anak muda yang menyumbangkan kebutuhan bahkan turun langsung ke pelosok tanah air demi membantu sesama. Artinya, nilai gotong royong yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus ditularkan dengan bangsa-bangsa lain.
Di sisi lain, saling membantu antarnegara harus diperluas lagi dalam bentuk-bentuk yang lebih spesifik. Seperti yang telah disampaikan, penduduk dunia bukan hanya penduduk negara-negara yang maju saja.
Karena itu, penting bagi masyarakat Indonesia bukan hanya sekadar bicara “Saya Pancasila”, tetapi bagaimana penerapan Pancasila yang menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan kesejahteraan bagi rakyat dunia.
Presiden Jokowi nantinya bertugas mengeluarkan filosofi Pancasila ke seluruh dunia dengan memberikan contoh bagaimana masyarakat Indonesia sebagai bangsa mampu membangun solidaritas sejati juga mencapai penanggulangan konflik.
Sementara itu, Prof. Hendrawan juga mengatakan pentingnya narasi gotong royong diterapkan dalam dunia nyata. Sebelum menawarkan Pancasila beserta nilai-nilainya ke tingkat global, ada baiknya negara terlebih dahulu menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Meskipun merantau di luar negeri, Carina Joe pun tetap menerapkan nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan menjadi nilai utama yang dipegang dan diterapkan dalam keseharian Carina.
Baca Juga: BPIP Minta Tindak Tegas Kelompok Penentang Pancasila, Termasuk Khilafatul Muslimin!
Ketua MPR Bambang Soesatyo menjelaskan, Indonesia memiliki enam agama yang resmi dan puluhan aliran kepercayaan yang juga diperbolehkan. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan ribuan pulau, tiga zona waktu, ribuan suku, hingga ratusan bahasa daerah. Selama lebih 77 tahun, masyarakat Indonesia hidup dalam keadaan damai berkat penerapan nilai-nilai Pancasila. Poin inilah yang harus disosialisasikan kepada dunia.
Prof. Hendrawan menyepakati hal tersebut dengan tetap memikirkan bagaimana Pancasila diejawantahkan dalam tiap sel-sel kehidupan masyarakat. Intinya, jangan sampai Pancasila hanya berakhir menjadi slogan saja, marilah semua pihak berpikir untuk membangun bangsa secara nyata berbasis Pancasila.
Menurut Gustika, penerapan Pancasila mungkin belum teraplikasikan secara merata, terutama bagi kelompok minoritas atau marjinal. Karena itu, diperlukan pendekatan seimbang yang bisa mengakomodir orang-orang dengan latar belakang berbeda. beda jatuh dari kebijakannya dari juga kehidupan masyarakatnya.
Sepakat dengan Gustika, Carina mencontohkan dari sisi seorang peneliti yang menerapkan nilai-nilai Pancasila ini agar lebih bermanfaat lagi banyak orang kedepannya. Menurut Carina, nilai-nilai Pancasila perlu ditanamkan sedini mungkin untuk menciptakan generasi yang ideal.
Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno menyampaikan pentingnya gotong royong untuk menghadapi kesulitan bangsa seperti saat pandemi. Wakil Presiden RI ke-6 megatakan, gotong royong merupakan bentuk kekeluargaan yang lebih dinamis untuk mencapai suatu tujuan.
“Untuk mencapai tujuan tertentu, terutama tujuan bersama, tentu prinsip gotong royong lebih bagus daripada perorangan. Kerja sama banyak pihak seperti pemerintah, relawan, dan masyarakat akan menanggulangi mengurangi penderitaan,” ujar Try Sutrisno.
Diskusi ini juga menghadirkan sesi tanya jawab oleh mahasiswa yang hadir di studio, salah satunya dari terkait adanya indikasi gejala apatisme di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Bambang Soesatyo menjawab, perlu kesadaran dan konsistensi dari para generasi tua yang sedang dipercaya untuk memimpin bangsa. Menurutnya, masih banyak elit politik yang tidak mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, sikap buruk tersebut bukan mustahil ditiru masyarakat luas, termasuk generasi muda.
Pancasila adalah ideologi yang berhasil membawa Indonesia merdeka, bahkan tetap relevan hingga bertahun-tahun setelahnya. Ketua MPR periode 2019-2024 ini berharap, Pancasila tidak akan berubah sampai masa depan dan golongan yang lebih tua bisa memberikan contoh pada golongan yang muda.
Penulis : Adv-Team
Sumber : Kompas TV