KOMPAS.TV – Bali, pulau yang dikenal sebagai surga wisata dunia, menjadi destinasi internasional sekaligus titik pertemuan jutaan perangkat komunikasi setiap tahunnya. Hal ini membuat peran frekuensi menjadi sangat penting di setiap sudut Pulau Dewata.
Program Jelajah Frekuensi Negeri episode ini akan membahas kompleksnya pengelolaan frekuensi di Bali.
Dalam pertemuan dengan Insania Rachmadi atau akrab dipanggil Nia, salah satu pengendali frekuensi radio, terungkap bahwa persiapan untuk event internasional seperti G20 atau World Water Forum memerlukan koordinasi yang matang.
Dari pihak keamanan seperti TNI, Polri, dan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) hingga penyelenggara acara, semua pihak harus memastikan bahwa penggunaan perangkat komunikasi tidak saling mengganggu.
Simulasi dilakukan jauh-jauh hari untuk menghindari interferensi, termasuk menyediakan cadangan komunikasi berbasis kabel.
Baca Juga: Perempuan dalam Profesi Pengendali Frekuensi Radio
“Biasanya perangkat yang dibawa tamu asing memiliki alokasi frekuensi berbeda di negara asalnya,” ujar Nia. Karena itu, izin perangkat dan frekuensi harus diurus sedini mungkin demi memastikan semuanya berjalan lancar tanpa mengganggu pengguna frekuensi lain, seperti penerbangan atau kebencanaan.
Balai Monitoring (Balmon) Frekuensi Radio memiliki prosedur ketat dalam memantau penggunaan frekuensi. Sebelum acara dimulai, simulasi dilakukan untuk memastikan komunikasi berjalan tanpa gangguan.
Selama acara, pemantauan real-time dilakukan dengan melibatkan tim besar dari berbagai wilayah. Bahkan setelah acara selesai, ada proses clearance untuk memastikan semua perangkat tidak lagi menggunakan frekuensi di area tersebut.
“Kadang gangguan muncul dari perangkat tak terduga, seperti kamera wireless dengan pita lebar yang melebihi ketentuan,” jelas Nia. Dalam situasi ini, tim Balmon segera berkoordinasi dengan pengguna perangkat untuk meminimalkan dampaknya.
Keunikan lain dari Pulau Dewata yakni banyaknya desa adat yang memiliki sistem komunikasi sendiri. Pecalang, sebagai polisi adat, menggunakan radio HT yang frekuensinya terdaftar di Balmon.
Dengan lebih dari seribu izin frekuensi yang dikeluarkan, pengawasan ekstra diperlukan untuk menjaga kelancaran komunikasi, terutama saat upacara adat yang sering digelar.
Di destinasi populer seperti Garuda Wisnu Kencana (GWK) atau Uluwatu Temple, tantangan pengelolaan frekuensi semakin kompleks. Selain digunakan untuk komunikasi antar petugas, frekuensi di area ini harus aman dari interferensi perangkat lain, termasuk hotel-hotel atau kegiatan penerbangan di sekitarnya.
Baca Juga: Perempuan dalam Profesi Pengendali Frekuensi Radio
Selain untuk pariwisata dan adat, frekuensi juga menjadi tulang punggung sistem peringatan dini bencana. Bali memiliki perangkat Tsunami Early Warning System (TWS) yang terkoneksi dengan stasiun repeater. Sistem ini memungkinkan penyampaian informasi darurat dengan cepat jika terjadi potensi bencana, seperti tsunami.
“Perangkat ini dirancang untuk mendeteksi perubahan di laut dan langsung mengirimkan sinyal ke pusat,” kata seorang petugas BPBD Bali. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi komunikasi berperan penting dalam menjaga keselamatan masyarakat.
Selama perjalanan di Bali, berbagai tantangan dalam pengelolaan frekuensi berhasil diatasi berkat koordinasi yang baik dan pemantauan ketat. Baik untuk event internasional, adat, maupun kebencanaan, peran Balmon menjadi vital.
Peran Balmon dalam menjaga stabilitas dan keamanan frekuensi di Bali tidak dapat dianggap remeh. Mereka bekerja di balik layar untuk memastikan semua perangkat komunikasi, baik untuk kebutuhan pariwisata, adat, maupun mitigasi bencana, dapat berjalan tanpa hambatan.
Melalui upaya pengelolaan frekuensi yang profesional, Bali tidak hanya menjadi surga wisata tetapi juga menjadi contoh pengelolaan komunikasi yang tangguh. Semoga ke depan, sinergi antara teknologi dan tradisi terus terjaga demi kemajuan Bali dan Indonesia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.