KOMPAS.TV – Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki capaian Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) berbasis masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.
Dalam kurun waktu 2015–2023, Ditjen PDASRH telah berhasil merehabilitasi lahan seluas 1,9 juta hektare. Salah satu strategi sukses yang diterapkan dalam program ini adalah skema agroforestri atau wanatani.
Agroforestri atau wanatani adalah sistem pemanfaatan lahan kombinasi berbagai jenis tanaman pohon kayu-kayuan dan tanaman komoditas, atau ternak.
Skema wanatani memungkinkan terbentuknya interaksi ekologis dan ekonomi, memberikan peluang bagi masyarakat untuk menanam berbagai jenis tanaman produktif yang dapat memberikan hasil panen secara berkelanjutan.
Praktik agroforestri telah lama diadopsi oleh masyarakat Indonesia sebagai bagian dari sistem pertanian tradisional. Misalnya, sistem pengelolaan pertanian huma talun yang masih diterapkan oleh masyarakat adat suku Sunda. Lewat huma talun, masyarakat dapat mengembangkan sekaligus mengelola lahan mereka dengan asas ekonomi dan kelestarian.
Berdasarkan prinsip huma talun, ada tanaman pertanian yang dapat dipanen setiap waktu, ada juga tanaman tahunan yang dimanfaatkan untuk menjaga kualitas lahan. Sistem ini tidak hanya diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam beberapa dekade terakhir, agroforestri semakin mendapat perhatian sebagai solusi modern untuk mengatasi berbagai tantangan lingkungan dan sosial.
Pemerintah Indonesia pun telah merumuskan berbagai kebijakan dan program untuk mendukung pengembangan agroforestri secara lebih luas serta terintegrasi.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Mahfudz mengatakan, salah satu program strategis nasional KLHK adalah memberikan akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan hutan.
Masyarakat bisa mengembangkan akses ini untuk budidaya di dalam kawasan negara dengan menanam tanaman pertanian dan kombinasi tanaman kehutanan.
Mahfudz menjelaskan, dulunya hasil panen masyarakat kurang variatif karena keterbatasan pengetahuan hingga kualitas bibit. Dahulu, lahan ditanami bibit secara acak sehingga produktivitasnya rendah.
Karena itu, salah satu inovasi teknologi wanatani yakni mencakup pemilihan benih unggul. Dengan konsep ini, petani dapat menggunakan tanaman unggul seperti padi, yang tentunya akan meningkatkan pendapatan sekaligus memungkinkan pola tumbuhan dikembangkan sesuai lokasi dan tempat mereka.
Pemerintah juga telah menerapkan sejumlah regulasi pendukung, termasuk pedoman untuk keunggulan implementasi. Penerapannya antara lain melalui stimulus-stimulus untuk bantuan kepada petani, seperti pengembangan ekonomi produktif.
Ketika mengembangkan sumber daya manusia, unsur kesesuaian lahan dan stabilitas dipadukan dengan tanaman pertanian dan kehutanan harus seimbang.
Di sisi lain, menurut Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor Soni Trison, teknologi inovasi pertanian ini harus mudah diadaptasi oleh masyarakat.
Dalam konteks agroforestri, inovasi kombinasi yang lebih luas perlu dikembangkan sehingga memudahkan masyarakat.
Ada istilah agrosilvopastoral, model integrasi antara kehutanan, pertanian, dan peternakan, serta agrosilvofishery, kombinasi kehutanan dan perikanan seperti tambak-tambak hutan mangrove.
Dengan pemasaran yang makin kompleks, inovasi kelembagaan juga harus dipadukan, sehingga siapa yang berperan dalam mengelola lahan hutan bisa melakukannya secara dinamis.
Karena itu, perlu ada klaster pemanfaatan agroforestri atau integrasi, salah satunya lewat kelompok masyarakat. Dengan berkelompok, masyarakat bisa mengembangkan banyak inisiatif, seperti integrasi produk, saluran pemasaran, dan produksi.
Hasil Panen Kebun Bibit Rakyat Pemali Jratun yang Go International
Kebun Bibit Rakyat (KBR) di wilayah BPDAS Pemali Jratun berada di lahan perhutanan sosial Desa Sukobubuk, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
KBR ini memiliki ragam komoditas seperti buah dan kayu dengan hasil panen lahan meliputi petai, buah lemon, sirup, dodol mangrove, hingga minyak kayu putih.
Tahun ini, BPDAS Pemali Jratun menargetkan dapat memproduksi total sebanyak 700 ribu bibit dari tiga persemaian.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungan (BPDAS) Pemali Jratun Rochimah Nugrahini mengatakan, pihaknya telah menyediakan bantuan 100 hektar lahan untuk program KBR (Kebun Bibit Rakyat) dengan bibit permanen kualitas unggul.
Masyarakat yang membutuhkan bibit bisa mengajukan permohonan dengan membawa fotokopi KTP. Nantinya, pemohon akan diberikan bibit gratis maksimal 25 batang per orang, dengan catatan harus ditanam. Masyarakat yang bergabung dalam kelompok tani dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk meningkatkan hasil pertanian mereka.
Salah satu petani yang telah merasakan manfaat dari penerapan sistem wanatani di Jratun adalah Maslam (37 tahun). Maslam menggarap lahan seluas 1 hektar yang ditanami berbagai komoditas. Dalam satu kali panen, ia bisa meraup penghasilan sekitar Rp20juta.
Selain menanam palawija, Maslam juga menanam pohon buah-buahan seperti nangka, pete, alpukat, dan mangga. Tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi dan tidak tergantung musim. Meskipun ada kendala seperti akses air yang sulit saat musim kemarau, Maslam merasa hasil pertaniannya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan bisa menghidupi keluarga.
Dulu, petani di sekitar Jratun hanya menanam palawija dan empon-empon, sehingga masa tanam dan hasil panennya terbatas. Saat ini, banyak petani menanam petai, mangga, nangka, dan alpukat. Hingga kini, ada sekitar 25.000 pohon yang sudah tertanam.
Tanaman tersebut tidak hanya menghijaukan area ini, tetapi juga meningkatkan ekonomi masyarakat. Saman, Ketua Kelompok Tani Hutan Sukobubuk Rejo, mengatakan, pengurus kelompok tani bertugas mencarikan pasar yang bisa menyerap hasil panen anggota.
Pohon petai di kebun KBR ini telah berbuah sekitar 15 ribu batang dengan hasil panen sekitar 10 ton per tahun. Dengan harga rata-rata setiap ton Rp20 juta, maka setiap tahun pendapatan dari penjualan petai KBR Sukobubuk mencapai Rp200 juta.
Tak hanya rutin memenuhi pasar Jabodetabek, salah satu upaya meningkatkan nilai jual petai KTH Sukobubuk Rejo bersama mitra telah berhasil melakukan ekspor petai ke Jepang dengan kemasan vakum.
Petai diekspor dalam bentuk kemasan seberat 100 gram dan 200 gram dengan total nilai ekspor hingga Rp100 juta. Permintaan komoditas pangan dari Jepang pun terus meningkat dari awalnya hanya 3 kuintal menjadi 1 ton.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Agroforestri Bone Bolango
Berdasarkan data BPDAS Bone Bolango, luasan program RHL Agroforestri di seluruh wilayah Provinsi Gorontalo seluas 2.500 hektare. Seluruh luasan tersebut ditanami buah-buahan berupa jambu mete, rambutan, dan durian, serta kayu-kayuan seperti mahoni, gmelina, dan nyato.
BPDAS Bone Bolango bekerja sama dengan KPH Wilayah VI Kabupaten Gorontalo serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo dalam melaksanakan RHL agroforestri jenis jambu mete di Desa Totopo, Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo.
BPDAS Bone Bolango menyediakan bibit gratis untuk masyarakat yang bisa digunakan untuk kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) melalui Persemaian Permanen Toyidito.
Persemaian Permanen Toyidito memproduksi sebanyak 500 ribu batang bibit di tahun 2024 dengan jenis bibit buah-buahan dan kayu-kayuan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo Fayzal Lamakaraka menyatakan bahwa Desa Totopo menjadi salah satu target rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dengan mekanisme wanatani seluas 150 hektar.
BPDAS Bone Bolango juga berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengembangkan tanaman unggulan seperti jagung dan jambu mete.
Pendekatan kelompok binaan membuktikan bahwa agroforestri memberikan manfaat ekonomi dan kualitas lingkungan hidup. Lahan-lahan kritis di Provinsi Gorontalo kini dihijaukan dengan tanaman terpilih.
Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dimulai sejak 2022, termasuk distribusi bibit gratis dari persemaian permanen di Kabupaten Gorontalo. Persemaian ini menyediakan bibit untuk perorangan maupun instansi di 5 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Gorontalo.
Buah-buahan dipilih karena memberikan manfaat jangka panjang, dan dikombinasikan dengan tanaman kayu untuk fungsi ekologis dan ekonomis. Jambu mete merupakan tanaman yang banyak ditanam oleh petani di desa ini selama 3 tahun terakhir.
“Saya pertama kali menanam jambu mete dari akhir tahun 2020. Bantuan dari Bappeda dan KPH sangat membantu kami. Setiap tiga bulan, petani jambu mete sudah bisa memanen dan mendapatkan penghasilan, meskipun sedikit, tetapi cukup membuat senang,” kata salah satu petani Gorontalo, Burhan Keli (62 tahun).
Petani di desa ini mendapatkan alat pemecah kacang mete dari pendamping BPDAS. Alat ini membantu meningkatkan nilai ekonomi kacang mete, yang harganya bervariasi antara Rp5.000 hingga Rp14.000 per biji tergantung kualitasnya. Bahkan, biji mete berkualitas super bisa mencapai harga Rp160.000.
BPDAS Bone Bolango bekerja sama dengan Satuan Pengelolaan Hutan dalam meningkatkan nilai ekonomi biji mete melalui produksi olahan makanan.
Ada lima industri rumahan tersertifikasi yang membuat produk kue kering menggunakan biji mete. Di Gorontalo, makanan khas seperti kue karawo dihiasi biji mete sehingga nilai ekonominya meningkat dan menjadi ciri khas daerah.
Kolaborasi dengan berbagai pihak memastikan kegiatan RHL berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Masyarakat tidak hanya menikmati hasil panen yang dapat dijual untuk mendapatkan tambahan pendapatan, tetapi juga mengembangkan potensi kehutanan dan mendukung keberlanjutan lingkungan.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.