Sampai September, kinerja industri fintech P2P lending menunjukkan kinerja pertumbuhan yang baik. Outstanding pembiayaan yang disalurkan fintech P2P lending tumbuh sebesar 14,28 persen yoy, dengan nominal pembiayaan sebesar Rp55,70 triliun. Pertumbuhan tersebut juga diikuti dengan kualitas risiko pembiayaan yang terjaga dengan Tingkat Wanprestasi (TWP 90) 2,82 persen.
Dari jumlah tersebut, porsi yang disalurkan kepada UMKM mencapai 36,57 persen. Penyaluran pembiayaan fintech P2P lending kepada UMKM tersebut menunjukkan besarnya potensi kebutuhan pembiayaan dari UMKM nasional.
Pengembangan dan Penguatan Industri Fintech P2P lending
Roadmap Pengembangan dan Penguatan fintech P2P lending 2023-2028 ditopang dengan empat pilar prinsip pengembangan dan penguatan, yaitu:
Implementasi pengembangan dan penguatan industri fintech P2P lending dilakukan pada tiga fase dalam kurun waktu 2023 s.d 2028, diawali dengan fase penguatan fondasi, dilanjutkan dengan fase konsolidasi dan menciptakan momentum, dan diakhiri dengan fase penyelarasan dan pertumbuhan.
Beberapa strategi yang akan dijalankan pada periode lima tahun mendatang berlandaskan keempat pilar tersebut yaitu penguatan tata kelola, penguatan pengaturan, penguatan perlindungan konsumen, pengembangan ekosistem serta pengembangan infrastruktur.
Beberapa program strategis dalam ketiga fase implementasi tersebut antara lain:
Roadmap ini merupakan living document sehingga bersifat adaptif dan dapat disesuaikan seiring dinamika perkembangan ekonomi dan industri fintech P2P lending ke depan.
Penguatan Pengaturan Fintech P2P Lending
Bersamaan dengan peluncuran roadmap pengembangan dan penguatan fintech P2P lending 2023-2028, OJK juga menerbitkan SEOJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 tanggal 8 November 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi.
Penerbitan SEOJK tersebut adalah wujud konkret dari implementasi roadmap pengembangan dan penguatan fintech P2P lending 2023–2028 pada pilar Pengaturan, Pengawasan dan Perizinan.
Adapun SEOJK tersebut merupakan tindak lanjut amanat dari POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi, yang mengatur antara lain mengenai kegiatan usaha, mekanisme penyaluran dan pelunasan pendanaan, batas maksimum manfaat ekonomi, dan penagihan.
Dalam SE tersebut, diatur pula penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif yang akan diimplementasikan secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun (2024-2026).
Adapun batas maksimum manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang berlaku sejak 1 Januari 2026 sebagai berikut:
Selain itu, untuk melindungi kepentingan konsumen, seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dapat dikenakan tidak dapat melebihi 100 persen dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan.
Di dalam SE OJK tersebut juga diatur bahwa Penyelenggara harus memperhatikan kemampuan membayar kembali dari penerima dana, dengan memastikan tidak menerima pendanaan lebih dari tiga Penyelenggara fintech P2P lending.
Dalam hal penagihan, yang dilakukan langsung oleh Penyelenggara maupun oleh pihak lain yang ditunjuk, Penyelenggara harus memastikan tenaga penagihan mematuhi etika antara lain tidak diperkenankan menggunakan cara ancaman, mengitimidasi dan merendahkan, serta dilakukan pada jam tertentu.
Selain itu, Penyelenggara wajib bertanggung jawab atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain apabila penagihan dengan menunjuk pihak lain dimaksud.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.