Namun, ketika generasi muda sudah tidak menggunakan bahasa daerah, dalam waktu 10 hingga 20 tahun ketika mereka sudah dewasa, bahasa tersebut akan terancam kritis bahkan mengalami kepunahan.
Upaya Revitalisasi Bahasa Daerah di Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang memiliki julukan “Benua Etam” ini memiliki ragam budaya dan juga bahasa daerah. Kemendikbudristek pun memasukkan Kaltim menjadi salah satu provinsi prioritas dalam Program Revitalisasi Bahasa Daerah.
Kepala Kantor Bahasa Kalimantan Timur Halimi Hadibrata menuturkan, sasaran revitalisasi bahasa daerah pada 2022 adalah bahasa Paser, Kutai dan Kenyah.
Jumlah gulu utama tahun 2022 sebanyak 277, sementara jumlah guru yang terlibat berjumlah 1160 orang. Selain itu, ada 219 perwakilan komunitas adat dengan jumlah partisipan siswa sebanyak 11.023 orang.
Persoalan utama yang dihadapi adalah berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah serta tidak berjalannya pewarisan bahasa daerah terhadap generasi muda atau tunas baru.
Oleh sebab itu, sasaran utama revitalisasi bahasa daerah di Kaltim adalah para penutur muda yang disebut tunas bahasa, yaitu anak-anak usia SD dan SMP atau sederajat.
“Kami telah melakukan sejumlah pelatihan serta peningkatan kompetensi guru khususnya untuk muatan lokal yang berkaitan dengan penguasaan kompetensi pembelajaran bahasa darah,” kata Muhammad Kurniawan selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Timur.
Kurniawan menambahkan, pihaknya juga telah melakukan sejumlah penajaman, kerja sama dengan dinas pendidikan dan kebudayaan serta komunitas sekitar.
Salah satu sekolah yang telah menerapkan pembelajaran daerah sebagai muatan lokal (mulok) di Kalimantan Timur adalah SDN 009 Tenggarong. Sebagai pengajarnya, sekolah menyediakan 3 orang guru bahasa Kutai yang telah menjalani pelatihan dari Kemendikbudristek.
Lena Marlena, guru bahasa Kutai SDN 009 Tenggarong menjelaskan metode belajarnya melalui mendongeng cerita rakyat agar siswa lebih tertarik dan tidak cepat bosan.
Revitalisasi bahasa daerah juga dilakukan dengan mengajak peran serta komunitas dan budayawan, salah satunya Komunitas Desa Budaya Pampang.
“Aktivitas kami selama ini memperkenalkan cerita-cerita daerah kepada anak-anak Desa Budaya Pampang supaya mereka mengenal dulu cerita-cerita yang sudah turun-temurun diceritakan oleh nenek moyang,” kata Koordinator Komunitas Desa Budaya Pampang Yushak Lukas.
Yushak juga berpesan kepada anak-anak agar tetap berbahasa daerah dengan orang tua, sanak saudara di rumah, hingga teman-teman sepermainan.
Penghargaan Pelestarian Bahasa Daerah di Sumatra Utara
Sumatra Utara memiliki dua bahasa daerah utama, yaitu bahasa Batak dan juga bahasa Melayu.
Dalam Program Revitalisasi Bahasa Daerah 2022, Balai Bahasa Provinsi Sumatra Utara menyasar 3 dialek, yaitu Melayu Sorkam, Melayu Panai, dan Batak Dialek Angkola. Terbukti, sebanyak 23.447 di 5 kabupaten kota berhasil dijangkau dalam program ini.
Tahun 2023, terdapat 3 dialek tambahan untuk direvitalisasi Batak Dialek Toba, Melayu Tanjungbalai, dan Melayu Dialek Langkat.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatra Utara Hidayat Widianto mengatakan, aspek bahasa Melayu dan bahasa Batak yang digunakan masih relatif aman.
Namun, semangat revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan memang bukan hanya bahasa daerah yang aman saja.
Hampir semua bahasa daerah di Indonesia memiliki kecenderungan sama, yaitu keluarga muda saat ini tidak menurunkan atau mentransmisikan bahasa daerahnya sesuai fungsi dan kedudukannya untuk putra putri mereka.
Oleh karena itu, bahasa daerah yang masih tergolong aman sekalipun, seperti bahasa Batak dan bahasa Melayu, juga perlu direvitalisasi.
Penghargaan atas upaya melestarikan bahasa daerah berhasil didapatkan salah satu wilayah administrasi di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan.
Tidak hanya pemerintah daerah yang memiliki keinginan tinggi dalam melestarikan bahasa ibu, tetapi tokoh masyarakat, budayawan, komunitas, guru, dan bahkan para generasi muda berkontribusi besar dalam revitalisasi bahasa Batak Dialek Angkola.
Bupatu Tapanuli Selatan Dolly Pasaribu mengatakan, pemerintah dan masyarakat sangat bangga karena terpilih di antara sekian bahasa yang dibawakan oleh masyarakat nasional.
“Tentu ini merupakan hasil kerja keras dan kerja sama berbagai pihak, pemerintah dan anak-anak yang turut melestarikan bahasa dan budaya Angkola,” kata Dolly.
Kepala Dinas Pendidikan Daerah Tapanuli Selatan Arman Pasaribu memaparkan, demi kelestarian bahasa daerah, anak-anak mulai dari PAUD sudah diajarkan berbahasa daerah.
Tidak hanya di lingkungan sekolah, di rumah masing-masing pun para siswa diminta menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi dengan teman dan keluarga.
Kemudian, ada juga komunitas dan sanggar tari untuk memperkenalkan budaya daerah, seperti Komunitas Naduma Pargarutan.
Untuk mengentaskan Program Revitalisasi Bahasa Daerah tentu perlu sinergitas bersama antara pemerintah dan semua elemen masyarakat. Mulai dari ketua adat, komunitas, guru, hingga orang tua sebaiknya terlibat.
Program ini bertujuan meningkatkan rasa cinta generasi muda akan bahasa ibunya sehingga hilangnya bahasa daerah dapat diminimalisasi.
Bersama mari kita wujudkan generasi muda yang mengutamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.