Pada sebuah jurnal medis pernah dilaporkan kasus-kasus serupa memiliki implikasi terjadinya kegagalan pernapasan. Penyebabnya yakni peradangan saluran napas hingga kerusakan jaringan di alveoli yang mengganggu pada proses pertukaran oksigen.
Proses terjadinya acute lung injury berawal dari terhirupnya iritan kemudian terjadi sesak napas yang makin berat. Pada kasus yang lebih parah, seseorang harus dirawat di rumah sakit hingga memerlukan ventilator.
Jurnal lain melaporkan, 2 orang meninggal dunia dari 5.000 kasus terpapar gas air mata di ruangan tertutup tanpa ventilasi yang baik. Oleh sebab itu, dampak yang disebabkan gas air mata pada saluran pernapasan tergolong variatif, mulai dari ringan hingga berat.
Dokter Agus menjelaskan, seseorang sebaiknya tidak menghirup gas air mata lebih dari 20 menit. Karena itu, Anda harus sesegera mungkin menghindari sumber gas air mata. Bila terhirup lebih dari itu, dapat menyebabkan sesak napas akibat respon dari peradangan di saluran pernapasan.
Karena bersifat iritan, gas air mata tidak bersifat asfiksia,berbeda dengan gas lain yang lebih. Bila seseorang menghirup karbon monoksida atau gas sianida dalam 40 sampai 60 detik akan pingsan bahkan bisa wafat saat lebih dari lima menit.
Efek tertinggi gas air mata yang menyebabkan rasa perih sehingga mampu membubarkan kerumuman membuat penggunaannya lebih diterima secara umum di dunia. Dengan konsentrasi rendah, efek gas air mata dianggap cukup efektif dengan tingkat kematian langsung yang sangat jarang ditemukan.
Menurut Profesor Gelgel, masalah utama yang terjadi pada tragedi Kanjuruhan adalah ruangan dalam konsentrasi tertutup sementara jumlah massa yang banyak. Padahal, efek yang ditimbulkan gas iritan mengakibatkan sebagian orang ketakutan sehingga mencari tempat untuk menyelamatkan diri.
Baca Juga: Apa Dampaknya Bila Terkena Gas Air Mata? Begini Kata Pakar
Saat orang-orang menghindari paparan gas air mata, jalur keluar terutama pintu stadion tidak dianalisis terlebih dahulu. Akibatnya, tidak memungkinkan massa dalam jumlah besar keluar dari ruangan tersebut dalam waktu singkat.
Karena itu, banyak orang yang sesak napas akibat kekurangan oksigen, terinjak-injak, hingga meninggal dunia. Hal ini yang perlu dievaluasi ke depan dari pengamanan terhadap suatu kegiatan massa yang terkonsentrasi di dalam ruangan besar dan berisiko sulit keluar bersamaan.
Gas air mata sebenarnya dirancang itu bukan untuk melumpuhkan, tetapi diharapkan untuk membubarkan atau mengusir kerumuman. Untuk menghindari efek langsung dan jangka panjang saat terpapar gas air mata, dokter Agus memberikan sejumlah saran.
Dokter Agus membagi kategori korban paparan gas air mata menjadi dua, yaitu yang masih bisa menyelamatkan diri sendiri dan tidak bisa. Jika masih bisa menyelamatkan diri saat terpapar gas air mata, sebaiknya segera menghindar dan mencari tempat terbuka, seperti tempat yang lebih tinggi.
Setelah itu, segera cari air air mengalir untuk meluruhkan aerosol yang menempel di kulit selama sepuluh menit. Jika memungkinkan, gunakan sabun dengan pH netral, bukan asam karena akan menambah iritasi. Kemudian, ganti pakaian Anda karena aerosol dapat menempel dan terhirup kembali.
Langkah selanjutnya adalah segera mencari pertolongan ke dokter atau spesialis paru terdekat. Sejumlah gangguan mungkin muncul dan mungkin diperlukan penanganan segera misalnya pengobatan khususnya pada korbandengan penyakit dasar seperti penyakit asma.
Jika korban tidak sadarkan diri, bawa segera ke tempat terbuka yang jauh dari gas air mata. Lakukan pemeriksaan di area vital untuk memastikan korban masih hidup. Bila terjadi henti jantung, segera lakukan pertolongan pertama serta bawa ke fasilitas kesehatan terdekat.
Sejumlah kasus melaporkan efek jangka panjang paparan gas air mata, seperti mata merah, pandangan kabur, hidung yang masih sering berair, sakit tenggorokan atau bahkan sesak napas, hingga batuk yang menetap.
Baca Juga: Eksklusif! Kadiv Humas Polri Beberkan Tiga Jenis Gas Air Mata yang Digunakan di Kanjuruhan
Kasus terparah yang dapat terjadi antara lain gangguan paru seperti asma yang tidak kunjung menghilang atau peradangan pada bagian bawah dekat alveoli. Pasien dengan keluhan tersebut harus segera mendapat penanganan dokter spesialis sesuai keluhannya.
Prof. Gelgel mengatakan, Polri wajib mengungkap kejadian ini dengan scientific crime investigation. Jadi, masyarakat mengetahui fakta yang terjadi berdasarkan data yang diungkapkan, bukan karena praduga atau buruk sangka.
Selain itu, protap dalam pengamanan kegiatan masyarakat berskala besar, tidak hanya sepak bola harus ditata ulang. Dengan begitu, indirect causal seperti gas air mata dalam kasus Kanjuruhan dapat menjadi pelajaran dan harus betul-betul dipertimbangkan dalam pemakaiannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.