JAKARTA, KOMPAS.TV - Tak hanya soal salam dua jari, namun yang juga jadi sorotan publik adalah penyataan Jokowi soal presiden yang boleh memihak dan kampanye. Penyataan ini menuai pro dan kontar dari masyarakat.
Pernyataan Presiden Joko Widodo soal seorang presiden boleh berkampanye dan memihak pada calon tertentu dalam kontestasi demokrasi menuai pro dan kontra.
Istana Kepresidenan pun mengklarifikasi pernyataan Presiden Jokowi dengan menyebut pernyataan presiden banyak disalahartikan.
Melalui pernyataan tertulis, Koordinator Staf Khusus Presiden Air Dwipayana menyatakan "Pernyataan bapak Presiden telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yg ikut tim sukses. Apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu".
Ketua KPU RI Hasyim Asyari juga merespons pernyataan Presiden Joko Widodo. Hasyim bilang apa yang disampaikan Jokowi sudah berdasarkan undang undang, namun ia menyebut segala bentuk pengawasan kampanye diserahkan ke Bawaslu.
Sementara Peneliti Perludem, Usep Hasan Sadikin menilai pernyataan presiden kontroversial, tak sesuai hukum dan berpotensi berdampak buruk dalam pemilu 2024.
Jika penyelenggara negara berkampanye dengan tidak mengindahkan aturan perundangan, berpotensi terancam Pasal Pidana.
Peryataan Jokowi ini disampaikan di hadapan Prabowo Subianto, ini bukan yang pertama. Sebelumnya pada Mei 2023 lalu, Jokowi pernah mengatakan bahwa akan cawe cawe pada pilpres 2024.
Langkah itu diambil demi kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Wakil Presiden, Ma'ruf Amin juga menilai pernyataan Presiden Jokowi soal presiden dan menteri boleh berkampanye serta berpihak sesuai dengan aturan Undang-Undang Pemilu, namun Ma'ruf menyatakan dirinya sebagai wakil presiden memilih tetap netral dan tidak memihak.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.