KOMPAS.TV - Koordinator Analisisi Variabilitas Iklim BMKG, Supari mengatakan bahwa fenomena El Nino sudah diprediksi BMKG sejak awal tahun.
El Nino melanda Indonesia sejak bulan Mei dan dampaknya terasa mulai bulan Juni-Juli, terutama di wilayah Sumatera Selatan, Jawa, Bali, NTT, NTB, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua bagian selatan.
Wilayah-wilayah tersebut tercatat tidak turun hujan selama lebih dari 60 hari atau 2 bulan, dan terparah adalah wilayah NTT.
Menurut pantauan BMKG, NTT tidak turun hujan selama 136 hari atau lebih dari 4 bulan.
Dampak musim kemarau panjang akibat El Nino mulai dirasakan warga di sejumlah daerah.
Di sebagian daerah, warga mengalami krisis air bersih. Di daerah Kalideres, Jakarta Barat akibat air PAM tidak keluar, warga harus mengantre untuk mendapatkan bantuan air bersih.
Menurut warga, air PAM JAYA tidak mengalir karena ada perbaikan pipa dan kekurangan pasokan air baku akibat musim kemarau.
Kemarau panjang juga berdampak pada sektor pertanian. Di wilayah Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan ribuan hektar sawah mengalami kekeringan.
Akibatnya, produksi padi di daerah yang dikenal sebagai Lumbung Padi Sulawesi ini diperkirakan menurun.
Presiden Jokowi menyebut, Super El Nino yang memicu harga besar belum stabil akibat kekeringan saat mengunjungi Pasar Jatinegara, Selasa (19/9/2023) siang.
Namun Jokowi memastikan stok beras aman menghadapi El Nino.
Kemarau panjang juga memperparah kebakaran lahan di sejumlah daerah di Indonesia.
Presiden jokowi menegaskan pentingnya pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan jumlah luas lahan yang mengalami kebakaran mencapai 267.000 hektar.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian sudah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi kekeringan, seperti penyesuaian pola tanam bagi petani.
Baca Juga: Dampak Kekeringan, Warga Desa Balongsari Blora Antre Berebut Bantuan Air Bersih
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.