JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejak awal periode Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirancang empat tahun. Meski beberapa Pimpinan KPK gagal mengemban tugas sampai akhir karena berbagai kriminalisasi.
Namun KPK era Firli Bahuri melalui Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan uji materi ke MK dan minta masa jabatannya diperpanjang menjadi lima tahun. Alasannya kesamaan, kesetaraan, dan keadilan.
Lima hakim Mahkamah Konstitusi yakni Anwar Usman, Arif Hidayat, Manahan Sitompoel, Daniel Yusmick, dan Guntur Hamzah mengabul permohonan Ghufron. Putusan lima hakim konstitusi itu jelas bisa dinilai nyeleneh, kontroversial, dan inkonsisten.
Sementara empat hakim konstitusi yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo, menolak permohonan itu.
Setelah itu, muncul lagi perdebatan. Apakah Firli Bahuri Cs melanjutkan masa jabatannya sampai dengan 2024? Hal itu masih menjadi perdebatan yuridis.
Kenapa putusan itu kontroversial?
Pertama, Penjelasan historis. Hakim MK itu baru belakangan lahir. MK dibentuk berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003. KPK lebih dahulu lahir meski dasar hukum MK lebih kuat.
Kedua, MK memasuki wilayah yang bukan domain dan kewenangan. Urusan masa jabatan, persyaratan usia, adalah domain DPR dan pemerintah.
Ketiga, jika berdasar pada aspek kesetaraan, mengapa tak merujuk pada komisi lain, seperti Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, atau Dewan Pers yang masa jabatannya bukan lima tahun?
Hal keempat, apa kerugian konstitusional Ghufron? Jika ada, bukankah juga ada kerugia calon pemimpin KPK yang akan maju untuk periode 2023-2027, atau kerugian konstitusional publik.
Kini berpulang kepada Presiden Joko Widodo untuk mengubah keputusan presiden atau tidak. Namun, kita berharap ada pertemuan Presiden, DPR, dan MK untuk mencari jalan keluar atas kekisruhan. Bukankah musyawarah-mufakat adalah ciri negara Pancasila?
Video Editor: Laurensius Galih
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.