KOMPAS.TV - Varian covid-19 jenis omiciron menjadi ancaman serius di sejumlah negara termasuk Indonesia.
Kementerian Kesehatan mengonfirmsasi 414 kasus positif covif-19 omicron di Indonesia, mayoritas merupakan kasus impor dari luar negeri.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kasus pertama varian omicron diumumkan pada 16 Desember 2021.
Dalam waktu 10 hari naik menjadi 44 kasus dan di penghujung 2021 melonjak drastis menjadi 136 kasus.
Baca Juga: Menkes soal Prediksi Puncak Kasus Omicron: Tetap Waspada, tapi Tidak Perlu Panik
Angka ini terus naik dan tanggal 9 Januari hingga saat ini ada 414 kasus omicron terdeteksi di Indonesia.
Sejumlah pakar dan ahli menilai pemerintah Indonesia kecolongan masuknya varian omicron pada akhir November.
Sehingga butuh usaha lebih untuk bisa melakukan pelacakan atau tracing dan testing kontak erat karena keterlambatan deteksi.
Virologi Universitas Udayana Profesor I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengatakan, per hari ini data tes genome yang masuk 90 persen pasein terpapar omicron dan delta sebanyak 10 persen.
Menurut Kade Mahardika, pemerintah Indonesia perlu merevisi definis gelombang, dimana indikator utamanya tidak lagi case melainkan tingkat hunian rumah sakit dan jumlah kematian.
Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris menyatakan, gejala omicron memang terbilang cukup ringan, namun penularannya sangat tinggi. Sehingga akan terlihat angka penularan lebih tinggi dibanding delta.
Charles juga mendukung upaya memperkuat pelayanan dari rumah atau tempat-tempat isolasi mandiri terpusat. Salah satu inovasinya dengan menggunakan telemedicine untuk bisa menjangkau pasien-pasien yang tidak mendapat fasilitas
Ketua Komisi IX DPR pun mengatakan bahwa, pemerintah tetap harus mempersiapakan infrastruktur pelayanan kesehatan yang memadai untuk bisa menampung masyarakat yang membutuhkan rumah sakit.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.