JAKARTA, KOMPAS.TV - Prabowo Subianto pernah menyebut akan merangkul semuanya jika terpilih menjadi presiden di Pilpres 2024. Setelah KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wapres terpilih, ia juga bertemu dengan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Pengamat politik/peneliti senior Populi Center, Ratri Istania mengatakan ada perbedaan antara Pilpres 2019 dengan Pilpres 2024. Di Pilpres 2019, rekonsiliasi sangat diperlukan untuk merangkul semua pihak di tengah polarisasi yang terjadi akibat politik identitas.
Namun belajar dari Pilpres 2019 pula, Ratri melihat mekanisme check and balances menjadi abai. Maka menurutnya, Pilpres 2024 ini jangan hanya mengandalkan semua harus dirangkul dalam koalisi. Apalagi hanya demi memuluskan keberlanjutan program-program yang ada.
Dalam acara Penandatanganan Replika Keraton Majapahit (7/5/2024), Prabowo berkelakar bahwa tidak perlu lagi minta dukungan karena sudah menang pilpres.
Ratri Istania mengatakan posisi Prabowo saat ini tidak mudah, sebab harus mempertimbangkan proporsi partai politik yang ada di parlemen.
Ia menduga, pasti akan ada permintaan dari partai-partai yang telah membantunya memenangkan kontestasi Pilpres. Ada pula relawan hingga partai-partai yang tidak ikut berjuang untuk memenangkan Prabowo-Gibran, namun merasa berkontribusi untuk meraih kursi RI-1.
Ratri mencontohkan, meski PDIP memperoleh kursi terbanyak di Pileg 2024 yakni 110 kursi. Namun partai berlambang banteng ini masih belum memastikan langkah politiknya apakah akan menjadi koalisi atau oposisi. Sementara Golkar memperoleh 102 kursi, di atas Gerindra yang mendapat 86 kursi.
“Pasti ada permintaan bahwa sudah membantu. ‘Kasih dong, posisi menteri yang strategis’,” katanya.
Selengkapnya saksikan ROSI eps. Siapa “Berhak” Masuk Kabinet Prabowo-Gibran? Di kanal youtube KompasTV.
Link: https://youtu.be/5UqBGlr2nLU
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.