Menurut pemaparan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dalam lamannya, rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal dengan mata telanjang atau alat bantu optik seperti teleskop.
Rukyat sendiri biasanya dilakukan setelah matahari terbenam di akhir bulan Syakban.
Dikutip dar situs resmi NU, salah satu dalil yang sering digunakan untuk rukyatul hilal adalah hadis dari Rasulullah SAW tentang cara menetapkan puasa.
“Berpuasalah kalian pada saat kalian telah melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal) Dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari." (HR. Bukhari: 1776 dan Imam Muslim 5/354).
Dari hadis di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah SAW hanyalah menetapkan "melihat bulan" (rukyatul hilal) sebagai metode untuk permulaan ibadah puasa maupun idul fitri.
Terbukti, dari hadis Nabi Muhammad SAW di atas yang menyuruh menyempurnakan bulan Syakban sebanyak 30 hari apalagi tidak berhasil melihat walaupun secara perhitungan astronomis (hisab) mungkin sudah ada.
Satu hal yang perlu dicermati, hilal sulit dilihat secara langsung. Kalau pun bisa melihatnya, maka biasanya akan terjadi bias dalam prosesi itu.
Apalagi, jika matahari sedang terang atau redup, atupun dalam posisi awan sedang mendung, maka tentu bisa akan sulit melihat hilal.
Untuk melihat hilal, biasanya posisi bulan harus berada dua derajat di atas matahari. Syarat lainnya adalah jarak elongasi dari matahari ke arah kanan atau kiri Semakin lebar maka makin mudah melihat hilal langsung.
Maka dari itu, untuk melihat hilal biasanya biasanya dibantu teleskop. Jika hilal tidak kelihatan, maka malam itu adalah tanggal 30 bulan yang sedang berjalan sebagai proses istikmal atau penyempurnaan.
Itulah pengertian rukyatul hilal, proses untuk menentukan awal Ramadan dan Idulfitri dalam kalender Islam.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.