Dalam hukum pidana Islam dikenal istilah qishash. Makna al-Qishash diambil dari kata qashsha, yaqushshu, qashashan yang memiliki makna yang artinya mengikuti/ membalas dengan bentuk perbuatan yang sama (sejenis) atau yang setimpal.
Hukum qishash bisa berarti seperti hukuman bunuh bagi pembunuh, atau siapa yg mencongkel mata orang maka matanya dicongkel. Siapa yg mematahkan jari orang maka jarinya dipatahkan, dan semisalnya.
Hal ini sesuai sebagaimana firman Allah yang mengatakan,
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (al-Baqarah/2: 178)
Lantas bagaimana hukum qisash bagi orang yang sudah bertaubat dari dosa-dosa sebelum hal keburukannya terungkap ?
Ustadz Dr. Sufyan Baswedan Lc MA dari Bimbingan Islam menjelaskan, tidak ada hukuman qishash bagi orang yang sudah bertaubat dari dosa seperti yang disebutkan diatas.
Namun demikian bila dosanya berupa tindak aniaya secara fisik atau yang menyebabkan kerusakan anggota tubuh apalagi yang menyebabkan kematian (sesuai dengan kriteria syar'i), maka tak cukup hanya dengan bertaubat dan menyerahkan dirinya antara dia dan Allah.
Ia tetap dituntut untuk menyerahkan diri kepada yang berwajib agar diadili. Ia pun harus rela diqishash, apabila si korban atau keluarga korban menuntut qishash.
Kecuali jika ada perdamaian dan si korban memaafkan sesudahnya atau dengan kompensasi membayar sejumlah uang, tebusan/diyat.
Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.