Dari kitab Al Arba’in An Nawawiyah pada hadits ke-7 mengenai nasihat terhadap Al Qur’an dijelaskan bahwa ‘Agama adalah nasehat’.
Di situ dijelaskan bahwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarh Arba’in An Nawawiyyah mengatakan,
”Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu, jika engkau melaksanakan nasehat terhadap Al Qur’an.”
Atau sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” (HR. Muslim no. 223)
Memahami hadist diatas, bila kita bisa memanfaatkan alquran dengan bacaannya, mentadabburi maknanya dan mengamalkan segala nasihat nasihatnya, maka akan menjadi sumber pahala.
Sebab Al Quran adalah kalamullah. Dengan mengikuti dan mengamalkan nasihat yang terdapat di dalamnya dapat menjadi pembela kita di suatu hari kelak.
Seperti misalkan, perintah Al Qur’an dalam surat Al A'raf ayat 13 menyebutkan,
Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina".
Ustadz Marwan Hadidi bin Musa dari Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an mengartikan bahwa Ucapan iblis ini merupakan cerminan keangkuhan dan kesombongannya yang sama sekali tak pantas ditiru manusia.
Lantas bagaimana bila kita justru meniru perbuatan iblis tersebut? Allah tentu murka dan mengazab siapapun yang menentang perintahNya, bahkan manusia pun enggan hidup berdampingan dengan orang yang memiliki sifat sombong dan congkak ini.
Kalau sudah demikian, adakah disini pembela selain Allah?
Begitupun bila nasihat Al Quran tak dilakukan, atau bahkan memalingkan diri dan kehidupannya dari Al Quran, maka Allah akan sengsarakan kehidupannya di dunia dan akhirat.
Sebagaimana Allah sebutkan dalam firmanNya,
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.
( Thaha Ayat 124)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, seorang pakar tafsir dari abad 14 H menjelaskan maksud hadist diatas dengan, "Tidak mau mengamalkannya atau lebih parah dari itu, yaitu tidak beriman dan mendustakannya. Yakni Al Qur’an.
Yakni hidupnya di dunia sempit, tidak tenang dan tenteram, dadanya tidak lapang, bahkan terasa sempit dan sesak karena kesesatannya meskipun keadaan luarnya memperoleh kenikmatan, memakai pakaian mewah, memakan makanan yang enak dan tinggal di mana saja yang ia kehendaki, namun hatinya jika tidak di atas keyakinan yang benar dan petunjuk, maka tetap dalam kegelisahan, keraguan dan kebimbangan."
Hal ini termasuk ke dalam kehidupan yang sempit. Ibnu Abbas berkata tentang kehidupan yang sempit, yaitu kesengsaraan. Menurut Abu Sa’id, kehidupan yang sempit adalah disempitkan kuburnya sehingga tulang rusuknya bertabrakan.
Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.