PALU, KOMPASTV - Pakar satwa asal Amerika Serikat, Forrest Galante, diberi kesempatan untuk mempresentasikan metode upaya penyelamatan buaya yang terlilit ban bekas di Sungai Palu di hadapan balai konservasi sumber daya alam BKSDA Sulawesi Tengah.
Namun, salah satu metodenya dengan menggunakan perangkap besi ditolak. BKSDA menilai, perangkap menjadi kurang efisien karena bisa menangkap buaya lain yang bukan target penangkapan.
Meski demikian, Forrest akan mencoba metode lain dengan menggunakan senjata busur silang atau senjata panah dan jaring besar untuk menangkap buaya berkalung ban.
Selain metode penangkapan buaya yang ditolak oleh pihak BKSDA, Forrest juga masih hadapi kendala lain yaitu ia belum mengantongi izin untuk menjalankan proses penyelamatan buaya berkalung ban itu.
Akibatnya ,selama dua hari sejak kedatangannya di Palu Sulawesi Tengah, pakar reptil asal amerika dan timnya hanya bisa melakukan pemantauan di Sungai Palu.
Izin dari gubernur menurut kepala BKSDA Sulteng merupakan prosedur yang harus dilalui Forrest Galante dan timnnya yang sebagian besar warga negara asing. Jika sudah mendapat izin, Forrest Galante berencana akan menjalankan beberapa metode yang telah dipersiapkannya.
Buaya berkalung ban pertama kali ditemukan sekitar 4 tahun lalu. Reptil itu terlihat sering berjemur di waktu tertentu. Buaya itu sering terlihat di antara sungai palu hingga Teluk Palu.
Hal ini juga memicu para pakar satwa dari seluruh dunia ingin menolong buaya itu. Salah satu di antaranya yang pernah melakukan upaya penyelamatan adalah pakar satwa asal Australia, Matt Wright. Namun, upayanya itu gagal setelah berhari-hari menunggu buaya masuk perangkap.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.