BANJARMASIN, KOMPAS.TV - Tolak Omnibus Law, Buruh Unjuk Rasa di DPRD Kalsel
Ratusan masa buruh menolak masuknya klaster ketenagakerjaan dalam draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang saat ini dibahas oleh DPR RI. Penolakan ditandai dengan aksi unjuk rasa di ruas Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin, atau tepat di depan Gedung DPRD Provinsi.
Dalam orasinya, Biro Hukum DPD KSPSI Kalimantan Selatan, Sumarlan menyatakan menolak rancangan aturan tersebut yang dinilai tidak manusiawi dan berpotensi menghidupkan kembali sistem perbudakan. Terutama pasal yang mengatur tentang jam lembur yang maksimal 18 jam dalam satu minggu, dari yang sebelumnya maksimal hanya 14 jam.
"Jelas lembur 18 jam adalah perbudakan," ungkapnya di hadapan seluruh peserta aksi," ujarnya.
Selain itu, di dalam draft RUU Omnibus Law tidak tercantumnya perlindungan pendapatan (income security) dan jaminan sosial (sosial security). "Artinya yang menyangkut ini jelas-jelas dihilangkan," ucap Bidang Hukum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kalsel, Sumarlan.
Untuk itu, Sumarlan menolak keras klaster ketenagakerjaan dicabut dalam RUU Omnibus Law. Jika tak diindahkan dan malah diterapkan, maka pihaknya tak segan melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jika tidak terealisasi, kami akan lakukan gugatan ke MK. Karena didalamnya tidak ada satupun pasal yang menguntungkan bagi pekerja ataupun buruh," katanya.
Saat mendatangi ratusan buruh, Ketua DPRD Kalsel Supian HK memastikan mengawal kebijakan Omnibus Law hingga menyampaikan tuntutan dari para buruh ke DPR RI, bahkan ke kementerian.
"Iya. Saya akan bawa tuntutan ini dan kalau bisa perwakilan buruh yang unjuk rasa ini bisa ikut ke Jakarta," ujar Supian HK.
Sekadar diketahui, draft RUU Omnibus Law bakal dibahas dipertengahan maret mendatang. Sehingga ratusan buruh ini meminta DPRD Kalsel segera menyampaikan selama 14 hari.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.