JAKARTA, KOMPAS.TV - Solidaridad memaparkan pengalaman praktis dan implementatif dalam penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (E-STDB) elektronik dalam forum dialog Siak Hijau, Riau beberapa waktu lalu. Pemaparan ini diharapkan memberikan masukan berharga bagi pihak yang terlibat langsung dalam penerbitan STDB melalui aplikasi eSTDB Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian/Ditjenbun Kementan. Dialog multi pihak bertema Menuju Komoditas Perkebunan dengan Inklusi Petani dan Ketertelusuran menekankan pentingnya ketertelusuran untuk melindungi lingkungan dan petani.
Dialog dihadiri unsur pemerintah, perusahaan perkebunan, koperasi dan asosiasi petani, serta organisasi masyarakat sipil diharapkan menjadi wadah multipihak yang memfasilitasi diskusi di tingkat kabupaten dengan melibatkan pemangku kepentingan di sektor kelapa sawit. Khusus untuk sosialisasi dan pemaparan eSTDB, dihadiri oleh petani, asosiasi bidang perkebunan, pendamping dan penyuluh pertanian, pihak swasta, dan dinas kabupaten. Solidaridad yang difasilitasi Tim Teknis e-STDB dari Direktorat Hilirisasi Hasil Perkebunan, Ditjenbun Kementan menekankan pentingnya memahami langkah-langkah prosedural dalam proses penerbitan STDB, yaitu pendataan, pemetaan, penginputan (pemberkasan), verifikasi lapangan, hingga penerbitan STDB petani sawit swadaya.
Pendataan yang dimaksud adalah pekebun dan kebun yang ingin didaftarkan, dalam tahap ini pekebun harus melampirkan formulir aplikasi bermaterai, foto kopi KTP, status kepemilikan lahan, foto pemohon, dan surat pernyataan kebenaran bermaterai. Sedangkan pemetaan terkait kegiatan survei lahan (batas dan luas lahan), pembuatan peta (skala, orientasi, lokasi dan batas lahan), verifikasi peta (melalui inspeksi lapangan), dan pengajuan peta (dalam dokumen pendaftaran STDB). Untuk pemetaan sendiri, Solidaridad dan petani sawit menggunakan metode poligon untuk mendapatkan data posisi atau koordinat kebun/lahan yang akurat.
Untuk proses penginputan (pemberkasan), petugas pendamping dari Solidaridad dibantu dengan perwakilan petani mendatangi kantor Dinas Perkebunan tingkat Kabupaten. Dengan menggunakan akun Solidaridad yang sudah mendapat referensi akses dari admin Kabupaten/Kota/Provinsi/Ditjenbun, dokumen-dokumen yang telah dipindai kemudian diunggah ke aplikasi mobile eSTDB untuk proses selanjutnya. Proses final, yaitu verifikasi dilakukan oleh petugas verifikator Kabupaten/Kota/Provinsi melalui kegiatan pemeriksaan kelengkapan dokumen, verifikasi akurasi dokumen, dan inspeksi lapangan. Setelah itu, STDB akan diterbitkan oleh akun Dinas Perkebunan dimana penandatanganan elektronik dilakukan oleh akun Kepala Dinas Perkebunan atau Kepala Daerah setempat.
“Kami berharap paparan pengalaman pendampingan petani kelapa sawit swadaya dalam proses pengajuan STDB dapat memberikan gambaran tentang tahapan-tahapan yang harus dilalui. Sehingga hambatan di tingkat dasar dapat dihindari sejak awal dan petani sawit swadaya dapat segera memperoleh STDB-nya,” ujar Dwi Anggreini, Junior Programme Officer Solidaridad.
Dwi adalah pemateri coaching clinic tentang E-STDB dalam forum dialog Siak Hijau. Dalam kesehariannya selain mendampingi petani maupun koperasi dalam dalam pemenuhan persyaratan E-STDB, Dwi bertugas mendampingi petani sawit swadaya menerapkan praktik pertanian terbaik melalui sekolah lapangan di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
STBD yang sekarang sudah menjadi E-STDB, adalah tanda identitas bagi pekebun sebagai salah satu persyaratan menuju ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Pekebun yang memiliki luas lahan kurang dari 25 (dua puluh lima) hektar wajib memiliki E-STDB yang di terbitkan oleh oleh Bupati/Walikota yang dalam prosesnya dapat didelegasikan kepada kepala dinas kabupaten/kota yang membidangi perkebunan.
Sebagaimana diketahui, ketertelusuran (traceability) menjadi syarat penting karena permintaan pasar dan konsumen luar negeri terhadap tujuh komoditas dan produk turunannya dari Indonesia, yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi, kayu, kedelai, dan daging yang bebas deforestasi. Salah satunya adalah melalui penerapan aturan ketertelusuran komoditas berkelanjutan melalui Undang-Undang Bebas Deforestasi (European Union Deforestation-free Regulation/EUDR) yang dikeluarkan Uni Eropa. Peraturan ini akan berlaku pada tanggal 30 Desember 2025 untuk perusahaan besar dan 30 Juni 2026 untuk usaha mikro dan kecil setelah mengalami penundaan selama satu tahun.
Sementara itu, STDB berperan penting dalam memenuhi persyaratan EUDR dengan menyediakan data untuk verifikasi legalitas, keberlanjutan, dan pelacakan rantai pasok kelapa sawit, terutama untuk petani kecil. Meskipun terdapat beberapa kendala di lapangan, dukungan dari Uni Eropa dan pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen untuk memastikan kepatuhan, dengan STDB sebagai jembatan dalam mencapai tujuan tersebut.
“Dalam pendampingan petani kelapa sawit swadaya, Solidaridad menerapkan pendekatan yang berfokus pada inklusi, keberlanjutan, peningkatan kapasitas agar petani mampu memenuhi persyaratan kelapa sawit berkelanjutan, serta dapat mengakses pasar global dan manfaat ekonomi, terutama dalam menghadapi regulasi seperti EUDR,” tegas Yeni Fitriyanti, Country Manager Solidaridad Indonesia.
Kegiatan ini adalah bagian dari SAFE (Sustainable Agriculture Forest Ecosystems) project yang bertujuan memfasilitasi dan mengkoordinasikan dialog regional tentang rantai nilai komoditas kelapa sawit, karet alam, dan kakao, melalui serangkaian dialog teknis, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari Indonesia dan Malaysia, serta Papua Nugini, untuk memahami upaya setiap negara dalam memenuhi regulasi Uni-Eropa (EUDR). Solidaridad bersama TFA (Tropical Forest Alliance), PISAgro (Partnership for Indonesia Sustainable Development), dan CSP (Cocoa Sustainability Partnership) berada dalam satu konsorsium SAFE project.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.