GILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Penggunaan air tanah secara eksesif sebagai imbas krisis air bersih di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, dinilai berisiko terhadap kesehatan para penghuninya.
Sebab, pulau kecil yang menjadi destinasi wisata internasional itu tak memiliki sistem pengolahan air limbah atau comberan terpadu. Para pengguna air tanah di Gili Trawangan terancam terpapar bakteri Escherichia coli.
Hal ini diungkapkan oleh Arifin Aria Bakti, Dosen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Arifin mengatakan, ketiadaan sistem pengolahan air limbah dan kotoran secara terpusat di Gili Trawangan membuat tingkat kemungkinan pencemaran air tanah tinggi.
Terlebih, tanah di pulau yang hanya berukuran sekitar 340 hektare ini sebagian besar adalah pasir yang memiliki permeabilitas atau kemampuan penyerapan tinggi.
“Dengan permeabilitas tanah yang tinggi, pasiran, debu, clay-nya sangat sedikit. Kemungkinan intrusi lateral, abrasi, tinggi,” ujar Arifin melalui sambungan telepon pada Kompas.tv, Jumat (28/6/2024).
Baca Juga: Hampir Sepekan Krisis Air Bersih di Gili Trawangan, Warga Berjibaku Cari Sumber Alternatif
Sewage system atau sistem pembuangan yang tidak terkendali di Gili Trawangan, disebut Arifin, menjadi salah satu pemicu ancaman paparan Escherichia coli, bakteri yang bisa menyebabkan diare dan infeksi sistem pencernaan pada manusia.
“Kalau air tanah sampai tercemar karena sewage system ini, ke depan, (bakteri) e coli-nya sangat tinggi, pasti ada yang kena, berbahaya ini," ujarnya.
"Bayangkan, comberan untuk satu juta orang di pulau kecil, tidak ada sistem septic tank di sana. Pasti akan ada cemaran di bawah (tanah)."
Padahal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membuat konstruksi instalasi pengolahan air limbah (IPAL) beberapa waktu lalu.
“Tidak ada sewage system, padahal IPAL ada. Sebelum Covid dibangun oleh Kementerian PUPR, tapi sampai sekarang tidak operasional," kata Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Universitas Mataram ini.
"IPAL-nya bagus, tapi seperti biasa, pemerintah pandai membuat konstruksi, tapi maintenance dan operasionalnya tidak jalan. IPAL yang ada di situ tidak berfungsi, padahal mahal, miliaran itu."
Baca Juga: Krisis Air Bersih di Gili Trawangan, Ini Kata Para Pelaku Wisata
Lebih lanjut, ia menyarankan agar warga dan para penghuni di Gili Trawangan menggunakan air bersih hasil desalinasi air laut menjadi air bersih layak minum.
“Yang paling jelas, pasti akan ada polusi dari sewage system yang tidak terkendali. Air tanah pasti tercemar. Makanya tidak disarankan mengambil air tanah di sana. Kalau mau fresh water, ambil hasil proses desalinasi air laut yang diproses ke air tawar,” tuturnya.
Gili Trawangan sempat mengalami krisis air bersih sejak Sabtu (22/6/2024) lalu. Pada Kamis sore (27/6), air bersih hasil pengolahan air laut menjadi air minum milik Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Amerta Dayan Gunung mulai kembali mengalir.
Namun, selama mengalami krisis air bersih, banyak warga dan para pelaku usaha di Gili Trawangan yang beralih menggunakan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.