KOMPAS.TV - Setelah sebelumnya dalam penerbangan pemberangkatan Jemaah haji dari tanah air ke Arab Saudi bermasalah karena terjadi insiden sempat gagal terbang, kini dalam fase pemulangan permasalahan kembali muncul, maskapai Garuda mengubah rute penerbangan 46 kelompok terbang (kloter) jemaah haji Indonesia gelombang I yang di dalamnya terdapat kurang lebih 15 ribuan jemaah.
Jemaah yang seharusnya pulang dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, berubah titik pulang melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
Untuk diketahui, pergerakan jemaah haji Indonesia terbagi dalam dua gelombang. Pertama, jemaah haji dari Tanah Air mendarat di Bandara AMAA Madinah, lalu ke Madinah, Makkah, baru pulang melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah. Kedua, jemaah haji dari Tanah Air mendarat di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, lalu ke Makkah, Madinah, baru pulang melalui Bandara AMAA Madinah.
Baca Juga: Kuota Indonesia 221.000, Ini Jadwal Tahapan Penyelenggaraan Haji 2025
Perubahan jadwal penerbangan yang mendadak sangat merepotkan, bukan saja bagi jemaah tetapi tentu petugas dan berpotensi menambah beban biaya (cost) diluar skema. Perubahan penerbangan dipastikan menimbulkan efek domino dan sistemik. Jemaah kelelahan karena harus kembali menempuh perjalanan panjang dari Makkah ke Madinah.
Jika dibandingkan waktu tempuh Makkah ke Jeddah kurang lebih 1,5 jam. Sementara Makkah ke Madinah bisa mencapai lebih 8 jam. Ini tentu merepotkan dan melelahkan jemaah.
Selain itu, perubahan ini memecah konsentrasi petugas. Dalam kondisi normal, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daker Bandara, semestinya terkonsentrasi mengawal pemulangan jemaah haji gelombang I di Jeddah. Akibat perubahan rute, petugas harus membagi pelayanan di Madinah. Hal ini bisa berdampak menurunnya layanan petugas sehingga tidak optimal.
Konsekwensi lanjutannya mengharuskan penyiapan layanan tambahan di Madinah di luar jadwal yang telah direncanakan yang mencakup akomodasi, konsumsi, dan transportasi sehingga menambah beban biaya baru.
Disamping itu perubahan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan ta'limatul hajj yang mengharuskan perjalanan haji satu rute. Jika kedatangan melalui Madinah, maka kembali melalui Jeddah, dan sebaliknya. Ini semua diatur secara sistem di e-hajj hal ini menyebabkan terjadi keterlambatan karena tim e-hajj dari Kementerian Haji dan Umrah harus mengubah sistem khusus untuk 46 kloter tersebut. Waktu keberangkatan juga harus dimajukan 24 jam lebih cepat agar jemaah memiliki waktu untuk beristirahat.
46 kloter yang dirubah kepulangannya oleh Garuda dari seharusnya terbang melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, menjadi melalui Bandara AMAA Madinah yaitu:
1. Embarkasi Banjarmasin (BDJ): BDJ 1, BDJ 2, BDJ 4, dan BDJ 7;
2. Embarkasi Balikpapan (BPN): BPN 1;
3. Embarkasi Medan (KNO): KNO 2, KNO 3, KNO 4, KNO 7, KNO 8, dan KNO 9;
4. Embarkasi Padang (PDG): PDG 3, PDG 6, dan PDG 8;
5. Embarkasi Solo (SOC): SOC 1, SOC 2, SOC 3, SOC 5, SOC 10, SOC 11, SOC 15, SOC 16, SOC 17, SOC 19, SOC 20, SOC 21, SOC 23, SOC 24, SOC 25, SOC 26, SOC 29, SOC 30, SOC 31, SOC 33, SOC 34, SOC 35, SOC 36, dan SOC 38;
6. Embarkasi Makassar (UPG): UPG 1, UPG 3, UPG 5, UPG 7, UPG 8, UPG 10, UPG 13, UPG 14.
Atas kejadian tersebut Menteri Agama dan DPR harus melakukan evaluasi secara menyeluruh kepada Garuda karena telah memberikan pelayanan yang sangat mengecewakan, tidak sesuai dengan komitmen dan apa yang dijanjikan selama ini sehingga mengakibatkan kerugian materiil dan imateriil kepada ribuan jemaah.
Garuda harus bertanggungjawab termasuk memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada Jemaah sesuai dengan regulasi penerbangan. Terlebih alasan perubahan penerbangan tersebut sampai sekarang tidak diungkap secara jelas. Kementerian Perhubungan harus menegur manajamen Garuda yang merubah jadwal sehingga sangat berdampak proses pemulangan jemaah ke tanah air.
Mustolih Siradj
Ketua Komnas Haji
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.