Kompas TV regional jabodetabek

KPU Kabupaten Bogor Minta Klarifikasi 10 Anggota PPK Pelanggar Etik yang Kembali Mendaftar

Kompas.tv - 14 Mei 2024, 08:00 WIB
kpu-kabupaten-bogor-minta-klarifikasi-10-anggota-ppk-pelanggar-etik-yang-kembali-mendaftar
Ketua KPU Kabupaten Bogor Muhammad Adi Kurnia, di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. (Sumber: Antara/M Fikri Setiawan)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

BOGOR, KOMPAS.TV - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah meminta klarifikasi pada 10 anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) yang dinyatakan melanggar etik Pemilu 2024 dan kembali mendaftar sebagai penyelenggara di pemilihan kepala daerah (pilkada).

Menurut Ketua KPU Kabupaten Bogor Muhammad Adi Kurnia, kesepuluhnya mendaftar pada tanggal 4 April 2024 atau sebelum putusan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengenai pelanggaran etik keluar pada 17 April 2024.

"Tapi kemarin proses wawancara itu kita meminta klarifikasi terkait dugaan pelanggaran etik dari Bawaslu itu," ujar Adi Kurnia di Cibinong, Senin (13/5/2024), dikutip Antara.

Mereka, ungkapnya, bermasalah karena terindikasi menggelembungkan suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) lalu berpeluang kembali menjadi PPK di Pilkada.

Baca Juga: Meskipun sudah Bareng PKB, Gerindra Kota Bogor Masih Buka Koalisi dengan Parpol Lain di Pilkada 2024

"Kalau peluang ada, karena memang saat kemarin itu kita melakukan klarifikasi membuat surat pernyataan yang bersangkutan," kata dia.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kabupaten Bogor Juhdi menyatakan sebanyak 10 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melanggar etik pada pelaksanaan Pemilu 2024 lalu.

Kesepuluh  PPK yang dinyatakan melanggar etik tersebut di antaranya berasal dari Gunungputri, Citeureup, Jasinga, Ciseeng, Klapanunggal dan Tenjo.

Baca Juga: Sinyal dari Hasto Peluang Pertemuan Prabowo dan Megawati di Bulan Agustus

Pelanggaran etik yang dominan mereka lakukan adalah kasus penggelembungan dan perubahan suara pada suara calon legislatif.

"Kasus-kasus tersebut kebanyakan melibatkan penggelembungan suara oleh PPK yang melanggar etik," kata Juhdi.


 



Sumber : Antara



BERITA LAINNYA



Close Ads x