JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus pembunuhan ibu anak, Tuti Suhartini (55) dan Amalia Mustika Ratu (23), di Subang, Jawa Barat, kini kembali ramai diperbincangkan usai Ramdanu alias Danu, salah satu tersangka yang juga saksi kunci, menyerahkan diri setelah dua tahun.
Saat ini, polisi telah menetapkan lima tersangka, yakni Danu, Yosep (suami Tuti sekaligus ayah Amalia), Mimin (istri kedua Yosep), Arighi Reksa Pratama (anak Mimin), dan Abi (anak Mimin).
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan mengatakan saat ini pihaknya sedang mendalami motif para tersangka dan kemungkinan adanya penambahan tersangka dalam kasus ini.
Baca Juga: Danu Tunjukkan Tempat Tuti dan Amalia Dibunuh Saat Pra-rekonstruksi, Polisi Sita Bukti Ember
"Kita masih mendalami motif para tersangka ini, kita dalami peran masing-masing tersangka kemudian mencari kemungkinan ada peran pelaku lain dalam kasus ini," ujar Surawan, Rabu (18/10/2023).
Motif kasus pembunuhan ibu anak di Subang juga menjadi perhatian masyarakat. Kuasa hukum Danu, Achmad Taufan, belum lama ini menyinggung soal Yayasan Bina Prestasi Nasional.
“Bongkar dulu yayasan, kalau dibongkar baru ketahuan (motifnya),” kata Taufan, belum lama ini.
Dilansir Tribun Bogor, Yayasan Bina Prestasi Nasional merupakan yayasan yang dirintis oleh Yosep dan istri keduanya, Mimin, pada 2009 lalu.
Mimin sempat menjadi bendahara yayasan selama dua tahun, tetapi posisinya sempat digantikan oleh istri pertama Yosef, Tuti Suhartini.
Pengacara Yoris Raja Amarullah (anak dari Tuti dan kakak kandung Amalia), Leni Anggraeni, mengatakan sebelum pembunuhan terjadi, Yoris menjabat sebagai ketua yayasan. Sedangkan Yosep menjabat sebagai dewan pembina, Tuti sebagai bendahara, dan Amalia sebagai sekretaris.
Baca Juga: Istri Kedua Yosep Mengaku Kaget Ditetapkan Tersangka: Saya Tidak Kenal Danu dan Tidak di TKP
Setelah pembunuhan terjadi, Yosef menjabat sebagai ketua yayasan, sedangkan Yoris menjadi kepala sekolah.
Leni menjelaskan, yayasan tersebut mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang cair 2-3 kali per tahun. Nominal dana tersebut sebesar Rp200 juta hingga Rp300 juta sekali cair.
"Dari satu yayasan bisa Rp1 miliar. Itu bukan uang (pribadi), buat sekolah, buat guru. Gak mungkin bisa di (mainkan) ini," kata Leni.
Sumber : Antara, Tribun Bogor
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.