PALEMBANG, KOMPAS.TV - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) di Indonesia tengah melakukan evaluasi pelaksanaan restorasi gambut yang telah dilakukan di Sumatera Selatan. Saat ini Sumatera Selatan saat ini telah memiliki komitmen perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, lewat Perda No. 1 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut serta Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Provinsi Sumatera Selatan. Guna memastikan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di Sumatera Selatan berjalan sinergis dan berkelanjutan, perlu perumusan rekomendasi pengelolaan, pendanaan, dan restorasi gambut yang komprehensif, sistematis, dan berdasarkan data.
Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Sumatera Selatan bekerjasama dengan Tim Land4Lives menggelar “Kick-Off Restorasi, Pengelolaan, dan Pendanaan Ekosistem Gambut Berkelanjutan: Capaian, Evaluasi, dan Rekomendasi Paska 2024”, pada Rabu (11/10), di Hotel Aryaduta Palembang. Kick-off berisi paparan dan diskusi kelompok (FGD) untuk mengidentifikasi dan menentukan kriteria untuk mengevaluasi efektivitas restorasi dan pelestarian gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Di samping itu, memetakan sumber dan sasaran pendanaan program restorasi dan pelestarian ekosistem gambut hingga 2023, berikut strategi pembiayaan berbasis 3R pasca 2024. Forum ini juga memaparkan capaian pelaksanaan upaya restorasi dan pelestarian ekosistem gambut hingga tahun 2023 di Provinsi Sumatera Selatan.
Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan, SA Supriono, kegiatan ini jadi titik awal bagi pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut. Menurutnya, pemerintah tidak dapatbekerja sendiri dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. TRGD Provinsi Sumsel mendapatkan peluang berharga dengan berkolaborasi bersama lembaga penelitian ICRAF.
“ICRAF akan memberikan masukan dalam rangka penanggulangan dan tata kelola gambut berkelanjutan. Kami pun akan mengikuti apa yang direkomendasikan ICRAF dan TRGD Sumsel, karena penanganannya tidak hanya pemprov tapi juga secara nasional,” ungkap Supriono.
Melibatkan berbagai mitra pembangunan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat, kegiatan ini mendapat dukungan dari proyek Sustainable Landscapes for Climate-Resilient Livelihoods in Indonesia (Land4Lives) dan Global Affair Canada.
Sementara itu Andree Ekadinata, Deputi Direktur ICRAF Indonesia mengungkapkan, evaluasi restorasi gambut yang telah dilakukan di wilayah Sumsel ditunjukan sebagai dasar untuk perencanaan pemulihan gambut yang lebih komprehensif di masa mendatang.
“Ini adalah konsekuensi dari proses pemulihan ekosistem gambut, yang membutuhkan lebih banyak tenaga dan memakan waktu yang cukup lama dan mungkin belum selesai sampai tahun ini saja,” ujar Andree.
Restorasi gambut merupakan upaya jangka panjang yang membutuhkan perencanaan adaptif. Evaluasi terhadap kinerja restorasi gambut penting dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dan tantangan di masa mendatang. “Berbagai sumber pendanaan inovatif juga perlu diidentifikasi untuk memastikan keberlanjutan upaya restorasi ekosistem gambut”, ungkap Andree.
Praktik pengelolaan ekosistem gambut yang buruk, seperti deforestasi, penambangan, dan pemanfaatan lahan tidak berkelanjutan dapat merusak ekosistem gambut, mengurangi kemampuan untuk menyimpan karbon, dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pengelolaan ekosistem gambut yang baik dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi iklim global. Selain itu, dapat membantu mengurangi risiko terjadinya kebakaran hutan dan gambut, yang sering terjadi akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. (*)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.