JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota DPRD DKI Sholikhah menolak kenaikan tarif TransJakarta untuk warga luar Jakarta.
Ia menilai hal itu justru membuat warga dari daerah penyangga kembali naik kendaraan pribadi.
Pernyataan itu menanggapi Pemprov DKI Jakarta yang berencana membedakan tarif TransJakarta, MRT, dan LRT berdasarkan KTP dan status ekonomi pengguna.
"Dengan memberikan tarif terintegrasi transportasi yang lebih tinggi untuk penduduk luar Jakarta akan membuat mereka kembali menggunakan kendaraan pribadi untuk bekerja dan beraktivitas," kata Sholikhah di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Rabu (11/10/2023).
Jika warga daerah penyangga kembali naik kendaraan pribadi, Jakarta akan jadi lebih macet.
Selain itu, ia menyebut warga luar Jakarta juga memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi Ibu Kota.
Menurutnya, lebih baik Pemprov DKI menerapkan tarif terintegrasi di transportasi publik Jakarta.
Baca Juga: TransJakarta Rute Cawang-Stasiun KCJB Halim sudah Beroperasi, Simak Jadwal dan Tarifnya di Sini
"Pembangunan dan pelayanan transportasi publik yang semakin baik akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi termasuk penduduk luar Jakarta sehingga kemacetan bisa dikurangi," ujarnya.
Senada dengan Sholikhah, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai, kebijakan penetapan tarif TransJakarta berdasarkan KTP tidak tepat dan tidak efektif.
Pasalnya, Jakarta adalah kota yang terbuka sehingga tidak mudah untuk memilah mana warga Jakarta dan mana yang bukan, dalam penggunaan transportasi umum sehari-hari.
Dengan adanya pembedaan tarif seperti itu, Trubus mengatakan, masyarakat mampu akan kembali naik kendaraan pribadi.
"Kalau begitu nanti yang naik TransJakarta warga yang masuk DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) saja. Dampaknya yang menengah atas enggak mau naik kendaraan umum," kata Trubus saat dihubungi Kompas.tv, Rabu (27/9/2023).
Baca Juga: Pengamat Usul TransJakarta Contoh KAI, Terapkan Kelas dan Tarif Berbeda tapi Jam Kedatangan Sama
Selain itu, masyarakat juga belum tentu mau untuk membuka data pribadi mereka kepada TransJakarta.
Sebagai informasi, sistem harga tiket yang nanti diterapkan adalah sistem tiket berbasis akun (account based ticketing/ABT).
Dengan sistem tiket ABT, data pengguna akan terintegrasi di aplikasi Jaklingko dengan kartu tiket transportasi.
Trubus menuturkan, TransJakarta lebih baik mengoptimalkan bus gandengnya untuk membagi kelas penumpang.
"Misal di bus gandeng yang bagian depannya, dibikin yang bagus fasilitasnya tapi tarifnya lebih mahal. Nah di bagian belakangnya, harganya tetap Rp3.500 dan fasilitasnya juga biasa saja," jelas Trubus.
"Masyarakat bebas memilih tapi yang penting asas keadilan sudah terpenuhi. Yaitu sama-sama sampai tujuan pada waktu yang sama," tambahnya.
Baca Juga: Dikritik Kurang Transparan soal RAPBD, Heru Budi: Sudah Dikasih Soft Copy, Bisa Buka jakarta.go.id
Sumber : Antara, Kompas.tv
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.