BATAM, KOMPAS.TV – Penolakan relokasi oleh warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau mengakibatkan bentrokan beberapa hari lalu.
Sejumlah pihak pun telah buka suara terkait kasus tersebut, bahkan Presiden RI Joko Widodo sudah mengutus Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk meninjau langsung ke Pulau Rempang.
Berikut duduk perkara penolakan relokasi warga di lahan yang akan menjadi lokasi pembangunan proyek nasional Rempang Eco City.
Mengutip pemberitaan Tribunnews.com, total ada 10.000 warga dari 16 kampung adat dilaporkan terdampak Rempang Eco City.
Sebenarnya, pada Juni 2023 lalu, perwakilan dari warga kampung adat Pulau Rempang telah menyampaikan keluhan mereka kepada Fraksi PKB DPR RI.
Baca Juga: Mahfud MD Siap Jelaskan Konstruksi Hukum Kasus Rempang jika Diperlukan
Perwakilan warga tersebut diterima oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PKB, Yanuar Prihatin dan Anggota Fraksi PKB Ratna Juwita di ruang Fraksi PKB, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Rusli Ahmad sebagai perwakilan warga 16 kampung adat Pulau Rempang mengatakan pihaknya terancam dengan rencana relokasi warga.
"Kami merasa terancam dengan rencana relokasi warga 16 Kampung Tua untuk kepentingan pengembangan industri dari pihak swasta,” jelasnya.
“Kami berharap Fraksi PKB bisa membantu kami dalam memperjuangkan hak-hak kami atas tanah maupun hak untuk hidup dengan layak di tanah kelahiran kami," ucapnya.
Menurut Rusli, relokasi warga 16 kampung adat tersebut dapat memberikan dampak negatif, seperti hilangnya pekerjaan ribuan kepala keluarga hingga potensi konflik horizontal di lokasi baru.
"Kami menyayangkan sikap Pemerintah Kota Batam yang seolah lebih berpihak kepada kepentingan swasta daripada kami sebagai warga mereka," katanya.
Menurutnya, warga sama sekali tidak berniat menghalangi pengembangan industri, tapi ia meminta agar pihak swasta mengelola tanah yang bukan tanah adat.
"Kami tidak menghalangi rencana pengembangan industri, toh kebutuhan lahan kami dari 16 kampung adat kami hanya sekitar 1.000 hektare,” tuturnya.
“Padahal pihak swasta mendapatkan izin mengarap lahan hingga 17.000 hektare. Kembangkan saja industri di 16.000 hektare di luar lahan kami," katanya.
Warga Pulau Rempang juga pernah meminta perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tak direlokasi dalam proses pengembangan proyek bernama Rempang Eco City tersebut.
Rencananya, pengerjaan Rempang Eco City akan dilakukan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG).
Sumber : tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.