SEMARANG, KOMPAS.TV - Usai dikukuhkan sebagai Profesor Kehormatan di Fakultas Hukum Unisula Semarang, Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Binsar M. Gultom, mengatakan, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mengenai pengadilan HAM. Namun, hingga kini baru ada dua kasus yang selesai, sedangkan lainnya tidak terungkap kepermukaan dan bahkan deadlock, meskipun telah selesai dilakukan penyelidikian oleh Komnas HAM.
Hakim yang juga pernah menangani kasus kopi sianida ini meminta keseriusan pemerintah saat ini untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, agar tidak terkesan pemerintah menutup-nutupinya. Selain itu, bisa terungkap siapa pelaku kasus pelanggaran HAM tersebut. Binsar juga menilai pengadilan HAM Ad Hoc tidak efektif, karena bersifat daluarsa sehingga membuat jaksa agung enggan menindaklanjuti hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM.
“Saya meminta keseriusan dari pada negara, pemerintah untuk menyelesaikan itu dengan segera. Toh diberi kesempatan khusus kepada kasus pelanggaran HAM masa lalu, diselesaikan secara rekonsiliasi nasional. Yang penting harus terungkap siapa pelaku dan diberikan kompensasi dan rehabilitasi,” ucap Binsar.
Sementara itu, pakar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengapresiasi orasi ilmiah pengukuhan Binsar M. Gultom, sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Unisula Semarang. Orasi dengan tema efektivitas pengadilan HAM Ad Hoc dan pengadilan HAM di Indonesia ini menurutnya penting, karena ini merupakan implementasi dari salah satu kejahatan internasional dalam konteks hukum nasional. Dalam hukum internasional terdapat kejahatan internasional salah satunya pelanggaran HAM berat dimana salah satunya kejahatan kemanusiaan dan antara lain yakni genosida, yang sudah diadopsi dalam hukum nasional yakni UU Nomor 26 Tahun 2000.
“Orasi itu sangat penting, karena ini merupakan implementasi dari salah satu kejahatan internasional dalam konteks hukum nasional. Ada kejahatan internasional salah satunya pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida,” ucap Hikmahanto.
Diungkapkan, penyelesaian pelanggaran HAM tidak melulu melalui jalur yudikatif, namun bisa dilakukan secara konsiliasi. Diharapkan para prajurit TNI dan Polri bisa terhindar dari kasus-kasus pelanggaran HAM sehingga dia juga meminta para prajurit TNI, Polri bisa memahami tentang pelanggaran HAM berat, agar bisa menghindarinya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.