KOMPAS.TV - Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi utama yang merupakan penyedia minyak nabati global. Sebagai komoditas yang dianggap paling produktif, efisien, dan serbaguna, minyak sawit banyak digunakan untuk bahan dasar pangan dan non-pangan, termasuk sebagai bahan baku energi terbarukan. Kelapa sawit sebagai sebuah komoditas, juga terbukti memiliki peran dan andil yang signifikan dalam pengentasan kemiskinan. Kelapa sawit memberikan kontribusi terbesar untuk pencapaian UN Sustainable Development Goals (SDGs).
Dalam upaya mewujudkan kesadaran akan pentingnya penerapan prinsip keberlanjutan produksi berbasis prinsip berkelanjutan, komoditas kelapa sawit mengadopsi prinsip-prinsip kelestarian. Beberapa standar keberlanjutan telah dikeluarkan oleh pemerintah produsen kelapa sawit yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), and Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO). India, salah satu negara konsumen kelapa sawit terbesar, memiliki Indian Palm Oil Sustainability Framework (IPOS) yang mendukung perdagangan kelapa sawit secara berkelanjutan.
Pasar utama minyak kelapa sawit bagi Indonesia dan Malaysia adalah negara-negara Uni Eropa. Namun belum lama ini Uni Eropa mengeluarkan aturan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). EUDR adalah rancangan peraturan yang dimiliki oleh Uni Eropa untuk memberlakukan kewajiban uji tuntas pada tujuh komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk minyak sawit. Kewajiban ini untuk membuktikan bahwa barang yang masuk ke pasar UE bebas dari deforestasi . Pemberlakuan aturan ini dapat merugikan para petani mandiri kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, karena kontribusi dari petani sawit mandiri di Indonesia, khususnya mencapai kurang lebih 40% dari luasan sawit yang ada . Melalui aturan ini, EU sangat mengharapkan penentuan geolokasi lahan dan sistem klasterisasi negara produsen dengan kategori risiko tinggi, standar, dan risiko rendah. Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) memandang hal ini sangat stigmatif dan diskriminatif.
Kebijakan tersebut dianggap seolah mengecilkan semua upaya pemerintah produsen kelapa sawit yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan terkait perubahan iklim dan perlindungan keanekaragaman hayati, sesuai dengan yang telah disepakati bersama dalam Paris Agreement. Sementara itu, negara-negara anggota CPOPC secara ketat juga telah menerapkan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan yang telah berhasil menurunkan tingkat penggundulan dan kebakaran hutan.
Negara-negara produsen minyak kelapa sawit menyerukan pemahaman bersama antara negara anggota CPOPC dan negara konsumen atas upaya-upaya yang telah dilakukan negara produsen untuk produksi minyak kelapa sawit secara berkelanjutan. Seruan ini dituangkan ke dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman antara Dr. Rizal Affandi Lukman, Sekretaris Jenderal CPOPC dengan Dr. Shatadru Chattopadhayay, Managing Director Solidaridad Asia yang disaksikan oleh sejumlah kementerian Republik Indonesia yaitu Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Kementerian Pedagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Perladangan dan Komoditas Malaysia pada tanggal 6 Juli 2023 di Jakarta. Nota Kesepahaman ini menandai kesepakatan kerja sama CPOPC dengan Solidaridad Asia yang meliputi berbagi praktik-praktik baik para petani, mengembangkan infrastruktur standar keberlanjutan, mendukung terciptanya kebijakan yang ramah petani, dan aktivitas komunikasi bersama.
Nota Kesepahaman ini diharapkan dapat semakin mengukuhkan kemitraan dan Kerjasama antara CPOPC dengan Solidaridad Asia yang selama ini telah terjalin dengan tujuan membentuk penguatan akses pasar minyak sawit untuk negara-negara produsen anggota CPOPC, dan sekaligus juga memastikan kesejahteraan petani mandiri kelapa sawit.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.