SEMARANG, KOMPAS.TV - Dalam pengukuhannya sebagai guru besar kehormatan bidang Hukum Islam di Unissula Semarang, Ulama besar Yahya Zaenul Muarif atau lebih dikenal dengan Buya Yahya menyampaikan bahwa seorang ahli Fikih harus mawas diri dan mengetahui batas yang tidak boleh dilampau. Jika sudah sampai batasnya, ia harus mempercayakan keputusan hukum kepada pakar disiplin ilmu yang lainnya.
Buya Yahya menegaskan ahli fikih harus mampu berkomunikasi efektif dengan pakar disiplin ilmu, begitu juga sebaliknya sehingga produk hukum yang dihasilkan akan menjadi solusi besar problematika umat.
Ia mencontohkan tentang bayi tabung dimana seorang ahli fikih yang tidak paham tentang bayi tabung bisa menanyakan perihal tersebut pada pakarnya yaitu dokter, bidan, dan ahli kandungan sehingga diharapkan dengan komunikasi bersama akan menghasilkan produk pelestari semesta yang luar biasa.
“Kalau Fikih berkembang itu, secara otomatis science akan berkembang mau tidak mau, dan science yang berkembang harus diiringi dengan fikih supaya tidak liar,”kata Buya Zaenul Muarif.
Gunarto, Rektor Unisulla Semarang menjelaskan, Buya Yahya menghasilkan gagasan baru mengenai hubungan antara ilmu fikih dan ilmu science yang berguna untuk pemahaman dan pelaksanaan ilmu fikih.
“Yahya Zaenul Muarif ini menghasilkan gagasan baru tentang perlunya fikih itu berhubungan erat. Artinya, ada integrasi ilmu fikih dan ilmu science,”ujar Gunarto, Rektor Unissula Semarang.
Buya Yahya merupakan pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon, Jawa Barat. Dengan pengukuhan beliau sebagai guru besar kehormatan yang ke-7 Fakultas Hukum Unissula ini diharapkan dapat menjadikan sosok Buya Yahya sebagai ulama pemersatu.
#buyayahya #semarang #pondokpesantren
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.