SERANG, KOMPAS.TV - Polda Banten mengungkapkan motif pembunuhan yang dilakukan suami berinisial SA (44) terhadap istri dan anaknya di Kecamatan Kragilan, Serang pada Jumat (8/4/2022) lalu sekira pukul 01.30 WIB.
Diduga, berdasarkan pemeriksaan Polda Banten, pelaku nekat menghabisi nyawa istri dan anaknya karena sang suami depresi dengan sejumlah persoalan yang dihadapinya.
Baca Juga: Wacana Presiden 3 Periode Masih Bergulir, Hasil Survei: SBY akan Maju Pilpres dan Kalahkan Jokowi
Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Shinto Silitonga mengatakan, dalam kasus tersebut pihaknya menjadikan upaya penyelamatan jiwa tersangka sebagai prioritas pertama.
Sebab, Shinto menuturkan, tersangka pada Sabtu (9/4/2022) lalu dalam perawatan dan menjalani operasi karena luka besar di bagian pergelangan tangannya.
Setelah dilakukan perawatan, kondisi kesehatan tersangka SA mengalami kemajuan yang siginifikan, namun pada saat di Rutan Polres Serang penyidik juga menganalisa kondisi kejiwaan tersangka.
"Penyidik berkoordinasi dengan bagian psikologi Biro SDM Polda Banten untuk melakukan uji kejiwaan dengan orientasi dan wawancara," kata Shinto melalui keterangan resminya yang dikutip pada Rabu (20/4/2022).
Baca Juga: Nenek Jordi Amat Menangis saat Tahu Cucunya akan Segera Membela Timnas Indonesia
"Baik terhadap tersangka maupun terhadap lingkungan tempat tinggal dan keluarganya."
Shinto mengatakan, penyidik juga membuat 'second opinion' dengan membawa tersangka melakukan uji kejiwaan di RSUD Drajat Prawiranegara.
Menurut Shinto, kesimpulan dari hasil uji kejiwaan terhadap tersangka, bahwa SA dinyatakan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya meski dalam kondisi depresi.
"Kesimpulan dari Bagian Psikologi Biro SDM Polda Banten bahwa tersangka mengalami depresi yang diakibatkan oleh beberapa faktor," ujar Shinto.
Baca Juga: Kata Imigrasi soal Heboh TKA China Pakai Seragam Militer di Proyek Pembangunan PLTU Nagan Raya Aceh
Shinto menjelaskan, ada beberapa faktor tersangka mengalami depresi hingga nekat membunuh istri dan anaknya tersebut.
Pertama, faktor ekonomi, di mana dalam kehidupan sehari-hari tersangka terlihat dikenal mempunyai ekonomi yang mapan karena usaha di bidang jual beli kain berjalan baik.
Namun beberapa tahun belakangan secara ekonomi ada hambatan permasalahan sehingga tersangka mempunyai banyak utang.
Kedua, kata Shinto, yaitu kesehatan. Tersangka dalam beberapa bulan secara fisik mengalami kondisi sakit pada bagian pundak, leher dan kepala.
Baca Juga: Mahasiswa Universitas Brawijaya Korban Pembunuhan Sedang Jalani Program Calon Dokter
Namun, sakit tersebut belum dilakukan pemeriksaan ke dokter, sehingga sampai saat ini belum mendapatkan diagnosa atas sakit yang dideritanya itu.
"Kemudian, ketiga secara psikis tersangka merasa malu karena dikenal mapan ternyata mempunyai utang dan tekanan juga terjadi karena tersangka diisukan mempunyai wanita idaman lain," ucap Shinto.
Shinto mengatakan, dari ketiga faktor pendorong masalah tersebut, mengakibatkan tersangka depresi lalu melakukan aksi kekerasan terhadap istri dan anaknya hingga meninggal dunia.
"Namun kondisi tersangka yang depresi ini tidak menutup pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh tersangka atas peristiwa tersebut," tutur Shinto.
Baca Juga: Terungkap! Mahasiswa Kedokteran Unibraw Dibunuh Ayah Tiri Kekasihnya
Shinto menambahkan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 5 orang saksi termasuk anak tersangka IH (15) dan pada saat pemeriksaan didampingi oleh keluarga dan psikolog dari Polda Banten.
"Atas perbuatannya, tersangka SA disangkakan Pasal 44 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman pidana 15 tahun penjara," ujar Shinto.
"Kemudian dilapis dengan Pasal 338 KUHPidana tentang pembunuhan dengan ancaman pidana 20 tahun penjara."
Baca Juga: Sindikat Pemalsuan Buku Nikah, 2 Pelaku Ditangkap Hingga Indikasi Keterlibatan Oknum ASN
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.