SUKOHARJO, KOMPAS.TV - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Sukoharjo, Jawa Tengah, Arif Budi Satria, mengaku tidak kenal secara pribadi dengan dokter Sunardi, terduga teroris yang tewas tertembak Densus 88.
Arif mengatakan, dokter Sunardi bukan merupakan pengurus IDI, melainkan anggota biasa, sehingga secara pribadi, mereka tidak saling mengenal.
“Kalau saya pribadi memang tidak mengenal secara pribadi, karena anggota kami di Sukoharjo itu ada 600,” jelasnya dalam Kompas Petang Kompas TV, Minggu (13/3/2022).
Dari 600 anggota IDI Cabang Sukoharjo, lanjut Arif, biasanya tiap minggu atau tiap bulan ada peralihan ke cabang lain.
Baca Juga: Mantan Napiter Bom Bali Ungkap Keterlibatan Dokter SU pada Konflik Ambon
“Range-nya antara 20 sampai 30. Sehingga kemarin kami mengenal beliau hanya secara umum. Beliau itu dikenal d Sukoharjo sebagai dokter yang berpraktik secara sosial,” tuturnya.
Meski tidak mengenal secara pribadi, Arif mengakui bahwa dokter Sunardi merupakan dokter yang cukup tertib administrasi.
Menurut Arif, surat izin praktik (SIP) dan surat tanda registrasi (STR) dokter Sunardi masih aktif, meskipun dia bukan merupakan pengurus IDI.
“Kalau beliau ini kan SIP nya masih aktif, dan beliau aktif mengurus administrasi. Jadi secara tertib administrasi dia tertib. Jadi SIP beliau habis 10 Mei 2022, jadi STR masih aktif,” tuturnya.
Mengenai pegawasan terhadap dokter anggota IDI, Arif menyebut pada prinsipnya pengawasan terhadap anggota terkait profesi rutin dilaksanakan.
Sebab, pengawasan terhadap profesi memang merupakan tugas dari IDI. Namun, di luar itu, tugas yang lain, bukan wewenang pengurus IDI.
“Tadi sudah disampaikan oleh kabid Humas Polda Jateng, bahwa (terorisme) bisa di semua profesi. Karena kegiatan masing-masing personal kan berbeda,” imbuhnya.
Dia menambahkan, sejak awal komitmen IDI adalah fokus pada profesi, termasuk mengadvokasi agar tidak terjadi distorsi.
“Tadi sudah ditegaskan oleh pihak kepolisian bahwa terorisme tidak identik dengan dokter. Ini yang kemarin high lightnya itu dokter dan kasus terorisme,” katanya.
Arif juga menuturkan, seluruh dokter di Indonesia terikat oleh sumpah yang diucapkan saat pertama kali menjadi dokter, termasuk membaktikan hidup demi kepentingan perikemanusiaan.
Baca Juga: Terduga Teroris yang Ditembak Mati Densus 88 Ternyata Seorang Dokter
“Kemudian yang nomor sembilan, ‘Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik, kepartaian atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita’,” tuturnya mengutip sumpah dokter.
Meski demikian, kegiatan lain yang merupakan aktivitas pribadi masing-masing anggota IDI, kembali ke orangnya sendiri.
“Kalau dari IDI, kami ada rutin pertemuan ilmiah, ada kewajiban ketika memulai acara ilmiah kita mulai dengan mengingatkan kembali tentang etika. Tentang kode etik kedokteran, dan tentu itu berhubungan dengan sumpah yang pernah kita sebutkan,” urainya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.