JEMBER, KOMPAS.TV - Sejumlah orang yang menamakan diri Kelompok Tunggal Jati Nusantara melalukan ritual di Pantai Payangan, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Jember pada Minggu (13/2/2022) malam.
Mereka menggelar ritual meditasi dengan cara berendam di air laut sembari bergandengan tangan.
Baca Juga: 11 Orang Tewas Saat Ritual di Tepi Pantai Payangan, Polisi Selidiki Unsur Kelalaian
Ritual dilakukan pada pukul 01.30 WIB. Dalam ritual itu, diikuti oleh 24 orang termasuk sopir.
Tanpa diduga, ritual meditasi di Pantai Payangan tersebut berujung maut.
Sebanyak 11 orang peserta ritual dilaporkan tewas tergulung ombak.
Dari 11 korban tewas tersebut, seorang di antaranya ternyata aparat kepolisian.
Dia adalah Bripda Febriyan Duwi, anggota Polsek Pujer, Polres Bondowoso.
Kapolsek Pujer AKP Iswahyudi membenarkan bahwa Bripda Febriyan Duwi merupakan anggota Polsek Pujer, Bondowoso. Pangkatnya adalah seorang bintara.
Baca Juga: Polisi Ungkap Motif Ritual di Pantai Payangan, Mulai Faktor Ekonomi hingga Ilmu Hitam
"Betul dia bawahan saya," kata Kapolsek Pujer AKP Iswahyudi dikutip dari Tribunnews.com pada Senin (14/2/2022).
Pengakuan Istri
Sementara itu, istri Bripda Febriyan Duwi bernama Diana masih tak menyangka suaminya menjadi korban tewas dalam insiden ritual yang dilakukan di Pantai Payangan.
Ketika ditemui, Diana dengan kondisi mata yang berkaca-kaca tengah duduk di depan meja petugas Tim Disaster Victim Investigation (DVI).
Diana terus meneteskan air mata. Ia masih belum percaya Bripda Febriyan Duwi, pria yang menikahinya setahun lalu itu turut jadi korban dalam ritual maut itu.
Baca Juga: 11 Orang Tewas Terseret Ombak Saat Melakukan Ritual di Pantai Payangan
Di saat bersamaan, ibunda korban terus mencoba menenangkan menantunya Diana.
Sebelum meninggal tergulung ombak, Diana mengatakan, Bripda Febriyan sempat pamit kepada dirinya untuk pergi ke Pantai Payangan.
Menurut Diana, suaminya sempat mengirim ucapan pamit kepadanya dalam obrolan telepon.
Namun, Febriyan tak bilang kalau hendak melakukan ritual.
"Bilangnya cuma mau pergi ke pantai. Tidak bilang kalau ada ritual," ujar Diana.
Selama ini, Diana dan suami Bripda Febriyan jarang tinggal satu rumah.
Sebab, Bripda Febriyan harus bertugas di Bondowoso, sedangkan Diana kerja di Probolinggo.
Baca Juga: Kesaksian Korban Selamat Tragedi Ritual di Pantai Payangan Jember, Detik-detik Ombak Menghantam
"Selama ini enggak ada yang aneh sama suamiku," kata Diana sembari menyeka air matanya.
Kronologi
Sebelumnya, sebuah ritual berujung maut terjadi di Pantai Payangan, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu (13/2/2022).
Adalah rombongan dari padepokan Jamaah Tunggal Jati Nusantara yang menjadi korban insiden di Pantai Payangan itu.
Adapun, menurut informasi yang diperoleh jurnalis KOMPAS TV Jember Imron Fahim, insiden tersebut bermula dari kedatangan rombongan itu, Sabtu (12/2) pukul 23.30 WIB.
Baca Juga: Tak Terbendung, Terdengar Isak Tangis Keluarga yang Ditinggal Korban Insiden Ritual Pantai Payangan
Kapolsek Ambulu AKP Makruf menjelaskan, petugas Pantai Payangan sebetulnya telah memberikan peringatan kepada rombongan tersebut saat tiba di lokasi kejadian.
Mengingat, malam itu ombak di Pantai Payangan sedang tinggi-tingginya.
Sehingga warga diimbau agar tidak melakukan kegiatan di sekitar pantai.
"Namun, rombongan itu tetap ke pantai (Payangan) untuk ritual," ungkap Makruf dikutip dari Kompas.com, Minggu.
Akibatnya, Minggu dini hari tadi sekitar pukul 00.25 WIB, rombongan dari padepokan itu terseret ombak karena nekat menggelar ritual.
Baca Juga: Kengerian Ritual Maut Pantai Payangan, Mereka Tak Melihat Tiba-Tiba Ombak Menerjang dan Tergulung
Mengetahui insiden tragis tersebut, warga sekitar Pantai Payangan lantas meminta bantuan pihak kepolisian untuk menyelamatkan orang-orang yang terseret ombak.
Agar proses evakuasi korban berjalan lebih optimal, petugas kepolisian juga berkoordinasi dengan tim SAR dan TNI.
Sementara itu, menurut penuturan salah satu korban selamat, Bayu, mengatakan saat meditasi berlangsung, ombak besar datang dan menghantam mereka.
“Ada ombak dua kali datang. Ombak pertama ini saya berdiri terus lari saya menghindari ombak kedua,” kata Bayu.
Baca Juga: 11 Orang Tewas Terseret Ombak Saat Ritual di Pantai Payangan, Polisi Masih Selidiki Motif Ritual
Kapolres Jember AKBP Herry Purnomo menceritakan kesaksian korban sebelum kejadian nahas menimpa anggota padepokan tersebut.
Herry menuturkan, proses ritual dimulai dengan membaca doa dan tabur bunga.
Kemudian, mereka membentuk dua baris lalu masuk ke dalam air sambil bergandengan tangan.
"Di situ mereka membaca doa-doa. Lalu melakukan tabur bunga ke arah laut dengan cara bergandengan tangan, satu dengan yang lain, dua barisan merapat sampai masuk ke dalam air," kata Herry dalam acara Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Minggu.
Ketika memasuki air, salah satu korban selamat menceritakan tak mengetahui dan melihat datangnya ombak yang membuat para pelaku ritual sampai tergulung.
"Cerita mereka saat kejadian, mereka tak melihat, tiba-tiba ombak datang menerjang, dan (orang-orang) tergulung ombak," ujar Herry.
Baca Juga: Ritual Maut Pantai Payangan, Bupati Jember: Cuaca Berbahaya, Tolong Petugas Perketat Penjagaan
Herry menjelaskan, di pantai tempat orang-orang melakukan ritual itu terdapat cerukan dan tebing yang menghalangi pandangan.
"Memang di kawasan tersebut terdapat cerukan. Ketika seseorang berdiri di bibir pantai, kita tidak bisa melihat ombak yang datang dari depan. Karena di situ ada tebing yang menghalangi pandangan," ujar Herry.
Lebih lanjut, Herry mengungkapkan, sebelum padepokan Tunggal Jati Nusantara melangsungkan ritualnya, pihak pantai sudah memberikan imbauan.
Adapun imbauan itu yakni terkait cuaca ekstrem dan potensi gelombang tinggi. Namun ketua kelompok tak mengindahkan peringatan itu.
Baca Juga: Kasus Ritual Pantai Payangan Berujung Maut, Polisi Beberkan Motif dan Awal Mula Kejadian
Sumber : Kompas TV/Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.