GILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Di awal tahun 2022, Gili Trawangan menghadapi ancaman krisis lingkungan serius. Pembangunan instalasi pengolahan air laut menjadi air tawar (desalinasi) di pantai bagian utara pulau yang terletak di ujung barat gugusan tiga pulau Gili Matra (Meno, Trawangan, dan Air) itu disebut-sebut menjadi penyebabnya.
Sejak akhir tahun 2021, pembangunan instalasi air bersih itu dilakukan PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) di pinggir pantai bagian utara Gili Trawangan. Banyak pihak, terutama warga dan pengusaha yang berbisnis di bagian utara pulau, mengeluhkan hal ini.
“Pembangunan instalasi air minum skala besar ini adalah krisis lingkungan. Membangun di bawah permukaan air laut, merusak pantai tempat penyu bertelur,” papar Tymberlee, warga ekspatriat tinggal di bagian utara pulau dan bisnisnya terdampak pembangunan instalasi desalinasi air laut itu.
Baca Juga: Pelaku Pariwisata Gili Trawangan: Dulu Saya Pikir Pandemi Bakal Selesai 2 Minggu, Ternyata … (2)
Tymberlee memaparkan hal itu melalui akun media sosial Instagram. Pembangunan instalasi desalinasi itu juga ia sebut menciptakan kerusakan besar di Halik Reef, salah satu situs menyelam di bagian utara Gili Trawangan.
“Pipa-pipa besar dibor ke dalam situs menyelam dan terumbu karang yang dilindungi. Pipa sepanjang 2 kilometer juga teronggok di pantai, dan mempercepat erosi pantai.”
Tymberlee juga membagikan kekhawatirannya akan krisis lingkungan yang mengancam Gili Trawangan itu.
Erosi pantai besar-besaran yang tengah terjadi juga dikhawatirkan Delphine Robbe, koordinator Gili Eco Trust, organisasi nirlaba yang berbasis di Gili Trawangan.
“Pantai itu tidak akan kembali. Dinding pembangunan itu menciptakan erosi. Pasir pantai di wilayah itu tidak akan kembali. Ini yang kami khawatirkan,” ujar Delphine Robbe dalam pertemuan dengan para pemilik usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Gili Trawangan dengan perwakilan pihak PT TCN di Gili Trawangan, Senin (24/1/2022).
Baca Juga: Kritik Masa Karantina 10 Hari, Turis Gili Trawangan: Terlalu Lama dan Mahal, Lebih Baik ke Thailand
Keluhan serupa juga disampaikan sejumlah pengelola bisnis. Salah satunya Didik Harijanto, general manager sebuah resort di bagian utara pulau. Pembangunan instalasi itu, katanya, juga turut mengganggu tetamunya.
“Beberapa tamu kami komplain karena pemandangan jadi jelek dan polusi suara yang sangat mengganggu,” ujarnya saat dihubungi Kompas.tv, Selasa (25/1/2022).
Pihak TCN sendiri mengeklaim, polusi suara yang dihasilkan dari pembangunan instalasi itu masih berada di bawah ambang batas suara yang diizinkan.
“Polusi suara yang kami hasilkan masih berada pada 50 desibel. Silakan diukur,” ujar Harsat Rukding, perwakilan PT TCN di Gili Trawangan, Selasa (24/1).
Menurut Didik, sejak awal pembangunan, pihaknya sudah melayangkan komplain menyoal lokasi pembangunan di pinggir pantai. Namun, hingga kini, pembangunan instalasi itu tetap berjalan.
“Sejak awal pembangunan kami (sudah) komplain, kenapa harus di pinggir pantai. Kenapa tidak lebih ke tengah saja?!” katanya.
Padahal, pada awal 2017 silam, pihak Pemda KLU telah membongkar dan membersihkan bangunan, baik permanen maupun semi permanen, yang dibangun di area pantai Gili Matra.
“Pemerintah telah memberlakukan pedoman pembangunan yang melarang dengan tegas para pemilik bisnis untuk membangun di pantai. Mengapa sekarang diizinkan? Siapa yang mengizinkan? Apakah benar ada analisis dampak lingkungan sebelumnya?” ujar Tymberlee.
“Semua orang bisa bangun di pinggir pantai sekarang,” keluh Didik.
Baca Juga: Pandemi Tak Kunjung Usai, Kolam Renang Jadi Kolam Ikan di Gili Trawangan
PT TCN juga disebut-sebut belum mengantongi izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sekadar informasi, Gili Trawangan adalah bagian dari Gili Matra yang merupakan kawasan konservasi yang berada di bawah KKP.
Namun, saat dikonfirmasi, KKP menyebutkan, pihaknya telah memberikan izin pembangunan instalasi desalinasi di Gili Trawangan itu.
“Untuk pembangunan instalasi air laut selain energi atau ALSE sudah mendapat izin dari KKP,” kata Hendra Yusran Siry, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP pada Kompas.tv dalam pesan tertulis, Selasa (25/1).
“Iya, karena ini izin pertama sesuai PP 85 2021 tentang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) KKP untuk ALSE,” imbuhnya memungkasi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.