GILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Usman Ali hanya terkekeh bilamana orang yang datang berkunjung ke bungalonya di bagian utara Gili Trawangan terkejut mendapati kolam renangnya yang telah berubah wujud.
Dulunya, sebelum pandemi, kolam kecil berukuran sekira 4 x 6 meter di tepi pantai itu selalu mengundang siapa pun untuk berendam.
Airnya jernih kebiruan, pantulan dari keramik dinding kolam berwarna biru, dan berkilauan manakala tertimpa cahaya matahari.
Tak cuma untuk berenang atau sekadar merendam kaki, kolam renang itu pula dulunya digunakan instruktur selam untuk mengajar para tetamu turis yang hendak belajar menyelam sebelum terjun ke laut.
Tapi kini, kolam renang itu berubah wujud. Dua bulan belakangan, Wak Haji, begitu ia biasa diakrabi, mengisi kolamnya dengan puluhan bibit ikan nila.
Sekitar 300 ekor bibit ikan nila hitam dibelinya dari Sayang Sayang di kawasan Cakranegara, Lombok.
Sebagian besar ia lepas di dua kolam renang di kompleks bungalownya yang lain di Gili Air. Sisanya, ia lepas di kolam renangnya di Gili Trawangan.
“Lumayan untuk mengusir jentik-jentik nyamuk,” terangnya sembari menebar pelet makanan ikan. Ikan-ikan nila hitam kecil langsung mengerubuti butir-butir pelet dan menyantapnya.
Baca Juga: Pelaku Pariwisata Gili Trawangan: Dulu Saya Pikir Pandemi Bakal Selesai 2 Minggu, Ternyata … (2)
Semula, lelaki berusia 50-an tahun ini berniat menjual hasil panen ikan-ikan nilanya.
Sebagai pengusaha yang sudah malang-melintang di dunia pariwisata Gili Trawangan selama puluhan tahun, benaknya selalu berpikir untuk memanfaatkan apa yang ada menjadi pundi-pundi rupiah.
“Dari seratus ekor nila itu kita sudah dapat paling ndak Rp1,5 juta,” ujarnya fasih berhitung di luar kepala.
Di pasaran di Lombok, harga ikan nila sekilo berkisar Rp35.000. Sekilo ikan nila, biasanya terdiri dari 3 – 4 ekor ikan.
Sayang, niatnya berniaga demi menafkahi keluarganya itu belum terwujud.
“Banyak anak-anak kecil yang datang memancing setiap hari di kolam saya di Gili Air,” terang terkekeh saat ditemui Kompas.tv di Gili Trawangan, Kamis (6/1/2022).
“Setiap hari, mereka bisa bawa pulang ikan nila itu 5 – 6 ekor yang besar-besar.”
Tapi Wak Haji tak bisa berbuat banyak. Lantaran, kompleks akomodasi miliknya yang terdiri dari 12 kamar bungalo dengan dua kolam renang di Gili Air itu kini tak terawat tanpa penjaga.
Baca Juga: Pulau Party Gili Trawangan Kini Senyap bak Pulau Hantu (1)
Sebenarnya, dunia pariwisata masih jadi tumpuan asanya mendulang rupiah. Tahun lalu, tak terhitung dana ia gelontorkan demi merenovasi kompleks akomodasinya dengan harapan dapat segera menyambut tetamu wisatawan yang akan datang.
Sayang, kondisi belum berpihak padanya. Pandemi, sejak mulai menghantam pada Maret 2020, belum juga usai hingga kini.
“Sempat saya renovasi bungalo di Gili Air, tapi (pariwisata) belum buka-buka juga. Ndak ada tamu datang,” keluh mantan Ketua Satgas Gili ini.
“Lelah kita beli klorin terus,” kekehnya lagi.
Sekadar informasi, klorin merupakan salah satu bahan kimia yang digunakan untuk merawat agar air kolam renang tetap jernih.
Berbentuk butiran, klorin biasa ditaburkan ke kolam renang selama periode tertentu untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan menjaga air kolam renang tetap jernih.
Baca Juga: Ribuan Turis Padati Gili Trawangan di Malam Tahun Baru: Kalau Bukan Pandemi, Tak Mau Saya Kemari
Sementara ini, ikan-ikan nila di kolamnya berfungsi sebagai pengusir jentik nyamuk. Sesekali, jadi pilihan lauk menu makannya.
Sebab, menguras dan mengosongkan kolam renang bukan pilihan terbaik.
“Kalau kolam dikosongin dan dikuras airnya, bisa rusak dia,” tutur Dwiky Kusnadi, salah seorang putra Wak Haji, saat ditemui dalam kesempatan terpisah.
Tempaan terik matahari dan hujan, juga kotoran, bisa cepat mengelupaskan lapisan nat dan keramik dinding kolam.
Jadi, untuk sementara ini, bagi Wak Haji, tetap mengisi kolam renang dengan air adalah pilihan terbaik. Sampai pandemi usai. Entah kapan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.