BANDUNG, KOMPAS.TV - Tak hanya kekersan seksual, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia menduga adanya eksploitasi ekonomi dalam kasus pemerkosaan 12 santriwati di Bandung.
Oleh karena itu, LPSK mendorong Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap adanya eksploitasi ekonomi serta kejelasan aliran dana dalam kasus pencabulan 11 santriwati yang dilakukan oleh pengasuh pesatren tersebut.
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," Wakil Ketua LPSK RI Livia Istania DF Iskandar, dikutip dari Kompas.com, Kamis (9/12/2021).
Berdasarkan fakta di persidangan, lanjut Livia, terungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak.
"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan sat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucapnya.
Baca Juga: Fakta Guru Pesantren di Bandung Perkosa 12 Santriwati, 8 Sudah Melahirkan dan 2 Hamil
Diberitakan sebelumnya, Herry Wirawan (HW), seorang guru yang juga pengurus yayasan Pesantren di Kota Bandung perkosa 12 anak didiknya hingga mengandung dan melahirkan anak.
Dari 12 santriwati yang dirudapaksa HW, ada 8 orang yang telah melahirkan anak, dan 2 orang yang tengah mengandung.
Bahkan, diketahui ada yang melahirkan hingga dua kali.
"Salah seorang korban ada yang telah dua kali melahirkan akibat perbuatan terdakwa," kata Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung Agus Mudjoko, dilansir dari Kompas.com, Rabu (8/12/2021).
Sumber : Kompas.com/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.