JAKARTA, KOMPAS.TV – Sepanjang hari ini, Sabtu 23 Oktober 2021, hingga pukul 16.00 WIB telah terjadi 18 kali gempa bumi di tiga lokasi Jawa Tengah tepatnya Ambarawa Kabupaten Semarang, Salatiga, dan sekitarnya.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, pada acara Kompas Petang KOMPAS TV, Sabtu (23/10).
Dari belasan gempa bumi yang terjadi, Daryono menyebut sebagai rentetan gempa bumi yang menarik untuk dicermati.
“Yang terakhir gempa berkekuatan 2,9 pada pukul 15.50 WIB. Ini merupakan rentetan gempa yang menarik untuk dicermati karena kawasan ini sebenarnya jarang terjadi gempa,” ucapnya.
Baca Juga: BMKG: Gempa Bumi Magnitudo 5,3 yang Guncang Malang Tidak Berpotensi Tsunami
Daryono menambahkan, jika melihat kekuatan guncangan atau magnitudo gempa bumi tersebut, tidak ada yang di atas magnitudo 4.
Meski guncangannya tidak terlalu besar, gempa bumi tersebut berpotensi merusak bangunan yang strukturnya lemah, karena terjadi berulang kali.
“Tapi bangunan rumah yang strukturnya lemah apabila diguncang terus lama-lama bisa terjadi kerusakan. Tidak ada yang melebihi (magnitudo) 4, paling besar (magnitudo) 3,4 pukul 10.45 WIB, itu yang paling besar.”
Dia juga membenarkan bahwa frekuensi gempa bumi yang cukup sering tersebut membuat sebagian masyarakat resah.
Jika gempa bumi itu masih terus terjadi, dia menduga bahwa gempa bumi tersebut merupakan tektonik swarm.
Tektonik swarm adalah aktivitas gempa kecil yang frekuensinya cukup banyak dan terus mengguncang dan kekuatanya tidak akan besar.
“Menurut analisis kami terhadap gelombang yang terjadi di sekitar (Gunung) Telomoyo dan Banyubiru itu menunjukkan aktivitas gempa tektonik,” tuturnya.
Ciri dari gempa bumi tektonik adalah bentuk gelombang share atau gelombang 'S' yang cukup jelas, nyata, dan kuat.
“Jadi ada beda yang jelas antara gelombang 'P' dan 'S' nya.”
Baca Juga: Dipicu Sesar Aktif Merapi-Merbabu, Berikut Catatan Sejarah Gempa Merusak di Salatiga dan Sekitarnya
Ini menunjukkan adanya proses sharing atau pergeseran yang tiba-tiba dari dua blok batuan kerak bumi.
Jika melihat dari karakteristik frekuensi dan magnitudo gempa bumi yang relatif kecil, dia berharap bahwa guncangan itu mengarah pada aktivitas tektonik swarm.
“Harapan kita memang ini kekuatannya tidak besar, dan tektonik swarm, memang gempanya sedikit tapi sering dan ini memang menyebabkan masyarakat resah karena goncangan yang terus menerus," tandas Daryono.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.