Ia mengaku perlu beradaptasi secara teknis dengan gamelan virtual yang dimainkan. Berbeda dengan gamelan konvensional yang sudah lebih dari 20 tahun digelutinya.
Bentuk adaptasi yang lumayan menyita energi adalah mengamati garis bunyi dalam memainkan gamelan virtual. Sebab, ketika pukulan melewati frame nada yang disentuh, maka nada lain yang berbunyi.
Belum lagi, jika gerakan tangan setelah memukul kembali ke atas menyentuh frame nada, maka secara otomatis menimbulkan bunyi yang bisa merusak komposisi lagu.
Sudaryanto juga tidak menampik dalam workshop internal pembuatan gamelan virtual yang diadakan Minggu (13/9/2021) itu sempat mencari formula yang pas. Ada persoalan dalam latensi ketika memainkan gamelan virtual terutama dalam tempo tertentu.
“Waktu itu tidak tahu masalah jaringan internet atau tidak, tetapi sempat ada nada yang telat tergantung tempo yang dimainkan, semakin cepat , latensi semakin lambat,” kata alumni Seni Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.
Baca Juga: Bakal Ada Konser Gamelan Berpadu dengan Robot di Yogyakarta Gamelan Festival ke-26, Catat Tanggalnya
Chief Product Officer Arutala Ambar Setyawan mengaku baru pertama kali berkolaborasi dengan komunitas kesenian.
“Ini pertama kali, biasanya kami berkolaborasi untuk kepentingan bisnis dan perusahaan,” ucapnya.
Kolaborasi bersama dengan Komunitas Gayam16 ini mengusung teknologi yang menghadirkan pengalaman berbeda memainkan gamelan di YGF ke-26.
Ia tidak menampik ada tantangan tersendiri dalam mengembangkan aplikasi ini, seperti memadankan bunyi gamelan yang asli dan virtual.
“Sampai akhirnya kami bisa meningkatkan padanannya dan hampir mendekati suara aslinya, dan akan terus kami kembangkan,” kata Ambar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.