BANJARMASIN, KOMPAS.TV – Jumlah perkawinan anak di Kalimantan Selatan terus meningkat selama pandemi Covid-19. Hal tersebut dilihat dari peningkatan jumlah perkara dispensasi kawin pada 2020 di sejumlah Pengadilan Agama di Kalsel.
Di Pengadilan Agama Martapura, perkara dispensasi kawin meningkat dari 98 perkara pada 2019 naik menjadi 229 perkara pada 2020 atau naik sebesar 133,67 persen, dilansir dari Kompas.id, Senin (19/4/2021).
Di PA Amuntai, meningkat dari 53 jadi 168 perkara atau naik 216,98 persen. PA Barabai meningkat dari 25 jadi 58 perkara atau naik 132 persen, dan di PA Banjarmasin meningkat dari 100 jadi 168 perkara atau naik 68 persen.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalsel Husnul Hatimah yang dihubungi pada Jumat (16/4/2021), tidak mau berkomentar terkait peningkatan kasus perkawinan anak di Kalsel selama masa pandemi. Namun, ia mengakui bahwa perkawinan anak di Kalsel masih tinggi.
“Pada 2017 dan 2019, tingkat perkawinan anak di Kalsel menempati urutan pertama di Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga: Aktivis Perempuan Serukan Hentikan Pernikahan Anak dibawah Umur
Prevalensi perkawinan anak di Kalsel pada 2017-2019 berada di atas rata-rata nasional. Pada 2017, angkanya mencapai 23,12 persen. Artinya, ada 23 dari 100 anak di Kalsel yang kawin di bawah usia 18 tahun.
Pada 2018, angkanya turun menjadi 17,63 persen dan menempatkan Kalsel pada urutan keempat di Indonesia. Namun, pada 2019 angkanya naik lagi menjadi 21,18 persen.
Fatrawati Kumari dan Muqarramah Sulaiman Kurdi dalam artikel berjudul ”Pernikahan Anak di Kalimantan Selatan: Perspektif Nilai Banjar”, yang dimuat dalam jurnal Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies Volume 6, Nomor 1, Maret 2020 menyebutkan, pernikahan anak terselenggara karena didasari nilai harmoni, nilai ekonomi, dan nilai religius. Nilai-nilai tersebut menjadikan pernikahan anak berlangsung secara terus-menerus di Kalsel.
Hal tersebut seperti yang terjadi di keluarga Fakhrurazi (40), warga Desa Manarap Tengah, Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar. Pengaruh dan nilai-nilai yang telah dipaparkan Fatrawati Kumari dan Muqarramah Sulaiman sangat kuat dalam masyarakat Banjar.
”Sebelum bulan puasa ini, keponakan ulun (saya) laki-laki menikah dengan perempuan yang baru lulus SMP. Mereka tidak bisa menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) karena yang perempuan belum cukup umur. Akhirnya mereka menikah di bawah tangan atau nikah siri,” tuturnya.
Gafur (22), keponakan Fakhrurazi, sehari-hari bekerja sebagai montir di sebuah bengkel sepeda motor. Sementara, N (15) yang merupakan istri Gafur waktu itu masih bersekolah sambil berjualan minuman di dekat bengkel tempat Gafur bekerja.
”Keduanya sering bertemu dan mengaku suka sama suka. Kami dari pihak keluarga juga khawatir kalau mereka berbuat hal-hal di luar batas menurut ajaran agama. Karena itu, lebih baik dinikahkan saja,” katanya.
Setelah menikah, Gafur dan N memutuskan hidup mandiri. Keduanya menyewa sebuah rumah tak jauh dari rumah orang tua N di Manarap Tengah. ”Kalau di daerah kami, perempuan menikah muda itu biasa dan cukup banyak malahan,” jelas Fakhrurazi.
Baca Juga: Situs Jasa Pernikahan Anak Bikin Geram KPAI, Sang Penyelenggara Dilaporkan ke Polisi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.