YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Ada cerita panjang di balik tanah tempat warung makan Bu Lasiyem berdiri. Tanah warung makan Bu Lasiyem seluas 1.000 meter persegi yang berada di Jalan Palagan Desa Sariharjo, Ngaglik, Sleman itu ditaksir senilai Rp 25 miliar.
Lokasi bangunan itu cukup mencolok, bukan karena besarnya melainkan keberadaannya yang seolah-olah menyelip di lahan Hotel Hyatt. Warung makan Bu Lasiyem itu milik pasangan suami istri Tukidi (70) dan Lasiyem (60).
Tukidi bercerita, rumahnya itu dibangun pada 1985. Lahan kosong di sekitarnya digunakan untuk bercocok tanam.
Sejak dibangun hingga sekarang, rumah putih berpadu warna merah muda pada bagian atas itu belum berubah sama sekali dan belum pernah direnovasi. Bahkan bangunan ini sudah berdiri lebih dulu sebelum Hotel Hyatt dibangun di atas tanah seluas 24 hektare. Sepintas keberadaan bangunan itu terasa bertolak belakang keberadaan hotel.
Sejak 1992, ia bersama dengan sang istri berjualan makanan. Warung kecilnya itu sudah punya banyak pelanggan.
Kakek dari empat cucu ini mengungkapkan pada 1990 rumah dan tanahnya itu menjadi incaran perusahaan-perusahaan besar. Mereka menginginkan tanah Tukidi bisa dijual seperti warga lainnya.
Baca Juga: Pemerintah Jaga Harga Tanah di Sekitar Lokasi Calon Ibu Kota
Namun, pada saat itu pihak pembeli tidak memberikan penawaran yang tinggi. Padahal, tanah Tukidi berada di wilayah yang sangat strategis. Ketika itu mereka menawar untuk membeli tanah milik Tukidi seharga Rp 25.000 per meter persegi.
“Saya minta Rp 1 juta per meter, mereka tidak mau,” ujarnya, Selasa (2/3/2021).
Berkali-kali calon pembeli dari perusahaan yang berbeda mencoba bernegosiasi harga tanah. Tukidi mengaku tidak gegabah menjual tanahnya saat itu.
Menurut Tukidi jika tidak bisa dijual Rp 1 juta per meter persegi saat itu tidak apa-apa. Ia bisa memakai tanahnya sendiri.
Jika dulu pada 1990 ia menawarkan harga tanahnya Rp 1 juta per meter persegi, pasti berbeda dengan kondisi sekarang.
Baca Juga: Warga Resah! Pegerakan Tanah di Cianjur Meluas
“Kalau sekarang sekitar Rp 20 sampai 25 juta per meter, jika dikalikan 1.000 meter hasilnya sekitar Rp 25 Miliar,” kata Tukidi sembari tertawa.
Lantas, apakah ia akan benar-benar melepas tanah dan rumah legendaris itu? Tukidi hanya menjawab akan pikir-pikir dulu. Selama belum ada pembeli yang menawar rumahnya dengan harga yang diinginkan, ia dan istrinya akan tetap tinggal di rumah sederhana tersebut.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.