JOMBANG, KOMPAS.TV - Polres Jombang, Jawa Timur memperkirakan korban kekerasan seksual oleh seorang pimpinan pondok pesantren di Ngoro, Jombang bertambah dari 6 orang menjadi 15 orang.
Predator seksual berinisial S itu mencabuli dan memaksa santrinya melakukan persetubuhan. Kasus itu awalnya terbongkar dari laporan orang tua korban pada 8 dan 9 Februari 2019.
Polisi telah menetapkan S sebagai tersangka kekerasan seksual anak.
Baca Juga: Ajak Nonton Film Porno, Guru di Cianjur Cabuli 5 Murid Madrasah
Kasat Reskrim Polres Jombang, AKP Christian Kosasih memberi penjelasan soal hasil penyelidikan kasus itu.
"Kalau sementara ini yang kita mintai keterangan saksi ada 6 orang. Tapi mungkin nanti nambah jadi 15 orang. Sebab, keterangan saksi ada 15 orang dan dilakukan selama dua tahun," kata Christian, Selasa (16/2/2021).
Pelaku melakukan tindakannya di dalam lingkungan pesantren. Modusnya, tersangka mendatangi kamar santri perempuan di kamar pada dini hari.
Pelaku awalnya berpura-pura bertanya dan menyuruh salat. Saat salat, pelaku merayu korban agar mau melakukan hubungan seksual dengannya.
Baca Juga: Ayah bejat Cabuli Anak Kandung Selama 5 Tahun!
"Jadi, pelaku itu mendatangi korban di kamarnya, pada saat Salat Tahajud korban diganggu lalu dicabulinya, ada yang disetubuhinya," kata Christian.
Pelaku berkali-kali melakukan aksinya dan korban tak berani melapor pada orang tua masing-masing karena tertekan dan menganggap pelaku sebagai tokoh panutan.
"Korban persetubuhan pada saat itu (kejadian) rata-rata masih berusia 16-17 tahun," Kapolres Jombang, AKBP Agung Setyo Nugroho.
Agung menyebut, pelaku sebenarnya sudah berkeluarga dan memiliki anak. Sehari-hari pelaku mengurus dan mengajar di pesantren miliknya.
Karena penangkapan tersangka, seluruh santri dipulangkan dan kegiatan belajar dihentikan. Pesantren itu dalam kondisi sepi.
Baca Juga: Urgensi RUU PKS untuk Pemulihan Korban - Darurat Kekerasan Terhadap Perempuan - BERKAS KOMPAS (3)
"Untuk sementara ini semua santri dipulangkan semuanya," kata Agung.
Atas perbuatannya, polisi menjerat S dengan pasal berlapis. Pelaku dikenali pasal 76e juncto pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Pelaku S diancam dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.