YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mendapatkan somasi dari sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY).
ARDY mengirimkan somasi terbuka kepada Raja Kraton Yogyakarta itu terkait keberadaan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2021 yang dinilai mengancam demokrasi.
ARDY tak sepaham lantaran adanya poin dalam Pergub tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka ini melarang aksi unjuk rasa di lima lokasi yang telah ditetapkan sebagai obyek vital nasional oleh pemerintah pusat.
Kelima lokasi itu yakni Gedung Agung, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro.
Baca Juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X Pecat Dua Adiknya dari Jabatan di Keraton Yogyakarta
Kegiatan unjuk rasa pun akhirnya hanya boleh dilakukan di luar radius 500 meter dari obyek vital nasional tersebut
Terkait somasi itu, Kepala Biro Hukum Setda DIY, Dewo Isnu Broto mengaku belum membaca somasi yang dilayangkan. Meski begitu, pihaknya akan segera memberi jawaban kepada ARDY.
“Walaupun saya belum baca, itu (somasi) pasti tidak setuju dengan rencana diterapkan Pergub Nomor 1 tahun 2021. Tapi somasi akan kami jawab,” jelas Dewo Isnu seperti dikutip dari Tribun Jogja, Rabu (20/1/2021).
Menurut dia, masyarakat memang diberikan saluran untuk menyampaikan keberatan terhadap kebijakan melalui somasi atau banding administrasi.
Baca Juga: Aksi Protes Pedagang Angkringan dan Wedang Ronde Saat PSBB di Yogyakarta
“Somasi diterima artinya melalui mekanisme persuratan dengan kami,” imbuh dia.
Dewo Isnu juga mempersilahkan kepada pihak yang keberatan untuk melakukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Atau langsung mengajukan peninjauan kembali terhadap peraturan yang kita buat,” tambah dia.
Namun Dewo belum bisa memberi kepastian, apakah Pergub itu akan dicabut sesuai dengan tuntutan organisasi masyarakat sipil atau merubah poin-poin dalam Pergub.
Kendati demikian, Dewo menjelaskan, Pergub tersebut dibuat untuk menindaklanjuti aturan dalam Undang-Undang (UU). Tepatnya UU Nomor 9 tahun 1998, Pasal 5 ayat tentang penyampaian di tempat umum.
Baca Juga: Sama-Sama Sepi, Ini Situasi Pusat Keramaian di Solo dan Yogyakarta saat Malam Pertama Penerapan PSBB
Satu dari beberapa poinnya adalah obyek-obyek vital nasional menjadi lokasi yang mendapat pengecualian untuk menyampaikan aspirasi. Seperti halnya tempat ibadah, instalasi militer, bandara, terminal, stasiun, hingga rumah sakit.
“Terkait obyek vital nasional itu, karena belum jelas di UU maka dalam hal ini presiden mengeluarkan Keppres Nomor 63 tahun 2004 tentang pengamanan objek nasional,” paparnya.
Adapun yang dimaksud objek vital nasional adalah kawasan atau lokasi, bangunan atau instansi, dan usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara, atau sumber pendapatan yang strategis.
Baca Juga: Okupansi Hotel di Yogyakarta Terjun Bebas Saat PSBB
Sedangkan penentuan kawasan obyek vital nasional itu dikerucutkan lagi melalui Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/MP/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata.
“Di DIY ada lima titik yang ditetapkan, yakni di Gedung Agung, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro itu intinya disebut bahwa dalam menyampaikan pendapat di tempat umum dikecualikan,” papar dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.