“Somasi diterima artinya melalui mekanisme persuratan dengan kami,” imbuh dia.
Dewo Isnu juga mempersilahkan kepada pihak yang keberatan untuk melakukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Atau langsung mengajukan peninjauan kembali terhadap peraturan yang kita buat,” tambah dia.
Namun Dewo belum bisa memberi kepastian, apakah Pergub itu akan dicabut sesuai dengan tuntutan organisasi masyarakat sipil atau merubah poin-poin dalam Pergub.
Kendati demikian, Dewo menjelaskan, Pergub tersebut dibuat untuk menindaklanjuti aturan dalam Undang-Undang (UU). Tepatnya UU Nomor 9 tahun 1998, Pasal 5 ayat tentang penyampaian di tempat umum.
Baca Juga: Sama-Sama Sepi, Ini Situasi Pusat Keramaian di Solo dan Yogyakarta saat Malam Pertama Penerapan PSBB
Satu dari beberapa poinnya adalah obyek-obyek vital nasional menjadi lokasi yang mendapat pengecualian untuk menyampaikan aspirasi. Seperti halnya tempat ibadah, instalasi militer, bandara, terminal, stasiun, hingga rumah sakit.
“Terkait obyek vital nasional itu, karena belum jelas di UU maka dalam hal ini presiden mengeluarkan Keppres Nomor 63 tahun 2004 tentang pengamanan objek nasional,” paparnya.
Adapun yang dimaksud objek vital nasional adalah kawasan atau lokasi, bangunan atau instansi, dan usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara, atau sumber pendapatan yang strategis.
Baca Juga: Okupansi Hotel di Yogyakarta Terjun Bebas Saat PSBB
Sedangkan penentuan kawasan obyek vital nasional itu dikerucutkan lagi melalui Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/MP/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata.
“Di DIY ada lima titik yang ditetapkan, yakni di Gedung Agung, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro itu intinya disebut bahwa dalam menyampaikan pendapat di tempat umum dikecualikan,” papar dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.