JAKARTA, KOMPAS.TV - Calon kepala daerah tunggal berpotensi muncul di 31 daerah penyelenggara Pilkada 2020. Hal itu diakui Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
Namun demikian, menurutnya, jumlah tersebut bersifat sementara dan sangat mungkin berubah.
"Data yang kami olah di Perludem ada potensi calon tunggal di 31 daerah," kata Titi dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Selasa (4/8/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Jelang Pilkada 2020, Ahli: Dinasti Politik, Ciri Demokrasi Sakit
Ke-31 daerah yang disebut Titi terdiri dari 26 kabupaten dan 5 kota. Di antaranya ialah Kota Surakarta/Solo, Kota Semarang, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Grobogan, Sragen, Wonosobo, Ngawi, Wonogiri, dan Kediri.
Lalu Kabupaten Semarang, Kabupaten Blitar, Banyuwangi, Boyolali, Klaten, Gowa, Soppeng, Pematang Siantar, Buru Selatan, Balikpapan, serta Gunung Sitoli.
Titi mengatakan, data itu mungkin berubah lantaran pencalonan kepala daerah masih bersifat dinamis.
Selain itu, calon kepala daerah biasanya baru mendaftar pada masa injury time. "Perkembangan pencalonan masih akan berlangsung," ujarnya.
Menurut catatan Perludem, pada 3 gelaran Pilkada terakhir terjadi peningkatan jumlah calon tunggal. Pada Pilkada 2015 jumlah calon tunggal mencapai 3 paslon.
Angka itu meningkat pada Pilkada 2017 menjadi 9 paslon, dan pada Pilkada 2018 kembali meningkat menjadi 16 paslon.
Titi menyebut bahwa keberadaan calon kepala daerah tunggal sebenarnya merupakan sesuatu yang konsitusional dan dimungkinkan regulasi.
Namun, menurut dia, fenomena ini telah bertransformasi dari upaya mengatasi kebuntuan politik menjadi usaha memastikan kemenangan calon sejak awal dengan mengindari kompetisi di Pilkada itu sendiri.
"Menghindari kompetisi yang kompetifif melalui tidak adanya kehadiran calon lain," ucap Titi.
Baca Juga: Survei Litbang Kompas: 58 Persen Responden Setuju Ada Larangan Dinasti Politik
Untuk menghindari dampak buruk dari keberadaan calon tunggal, kata Titi, seharusnya muncul calon alternatif yang bisa mendorong Pilkada menjadi lebih kompetitif.
Menghadirkan calon alternatif itu sendiri bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, merekonstruksi keserentakan pemilu menjadi serentak nasional dan daerah yang mana Pilkada digelar bersamaan dengan Pemilu DPRD.
Kemudian, penghapusan ambang batas pencalonan sebagai konsekuensi keserentakan Pemilu DPRD dan Pilkada dengan sistem 1 putaran.
"Pemilu serentak eksekutif dan legislatif kalau dikombinasikan satu putaran akan mendorong terciptanya koalisi yang lahir secara alamiah meski tidak ada ambang batas pencalonan," kata Titi.
Untuk diketahui, Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September.
Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020. Tahapan Pilkada lanjutan pasca penundaan telah dimulai pada 15 Juni 2020.
Baca Juga: Gerindra Dukung Bobby Nasution di Pilkada Medan, Tapi Ini Syaratnya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.