JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Jokowi minta jajarannya mengantisipasi risiko gelombang kedua akibat pandemi Covid-19 yang bisa berdampak pada ketidakpastian ekonomi global 2021. Meski Indonesia diproyeksikan masuk ke kelompok dengan pemulihan ekonomi tercepat setelah Tiongkok.
“Kita tetap harus waspada, kemungkinan dan antisipasi kita terhadap risiko terjadinya gelombang kedua,” tegas Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 dari Istana Bogor, Selasa (28/7/2020).
Baca Juga: Ingat, Indonesia Belum Sampai Puncak Pandemi Covid-19
Presiden menuturkan situasi ekonomi global saat ini berkembang sangat dinamis penuh dengan ketidakpastian. Beberapa lembaga keuangan dunia juga selalu merevisi prediksi-prediksi atas pertumbuhan ekonomi global di tahun 2020 maupun perkiraan di 2021.
“Artinya sekali lagi masih penuh dengan ketidakpastian,” kata Presiden Jokowi.
Namun demikian, Presiden Jokowi mengatakan tahun 2021, IMF, Bank Dunia maupun OECD meyakini bahwa perekonomian akan mulai tumbuh positif di tahun 2021. Bahkan, sambung Presiden, IMF memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh 5,4%.
“Ini sebuah perkiraan yang sangat tinggi menurut saya. Bank dunia 4,2, OECD 2,8 sampai 5,2%. Saya kira kalau perkiraan ini betul, kita akan berada pada posisi ekonomi yang juga mestinya di atas pertumbuhan ekonomi dunia,” tutur Presiden.
Untuk itu, lanjut Presiden, angka-angka indikator ekonomi makro harus dikalkulasi dengan cermat, hati-hati serta optimistis. Termasuk harus realistis dengan mempertimbangkan kondisi dan proyeksi terkini.
Baca Juga: Ini Dia Hasil Survei Kinerja Pemerintah Selama Pandemi Covid-19
“Kita juga harus memastikan prioritas untuk 2021 dan juga pelebaran defisit untuk APBN 2021 yang difokuskan dalam rangka pembiayaan kegiatan percepatan pemulihan ekonomi dan sekaligus penguatan transformasi di berbagai sektor. Terutama reformasi di bidang kesehatan, reformasi pangan, energi, pendidikan dan juga percepatan transformasi digital,”ujarnya.
Presiden lebih lanjut menuturkan APBN hanya berkontribusi kurang lebih 14,5% pada PDB negara. Oleh sebab itu dalam situasi krisis seperti ini belanja pemerintah menjadi instrumen utama tidak hanya untuk daya ungkit, tapi juga agar sektor swasta dan UMKM bisa pulih kembali.
“Mesin penggerak ekonomi ini harus diungkit dari APBN kita yang terarah, yang tepat sasaran.Dan yang keempat saya ingin menekankan lagi walaupun kita menghadapi situasi sulit, kita juga tidak boleh melupakan agenda-agenda besar. Agenda-agenda strategis besar bangsa kita, terutama dalam langkah langkah-langkah untuk bisa kita keluar dari middle income trap,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.