JAKARTA, KOMPAS.TV - Muhammad Sirajuddin Syamsuddin alias Din Syamsuddin angkat bicara menjelaskan tentang pentingnya kebebasan berpendapat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu memaparkan, kebebasan berpendapat sudah dimiliki masing-masing individu manusia. Bahkan diatur pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 28 UUD 1945 berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Baca Juga: Kisruh Diskusi Pemecatan Presiden, Mahfud MD: Ada yang Salah Paham Hanya Baca Judul
Untuk itu, dia meminta, semua pihak untuk tidak melanggar kebebasan berpendapat.
Menurut dia, kebebasan berpendapat juga harus disampaikan secara baik serta tidak melanggar norma dan etika yang telah disepakati.
"Saya terganggu jika ada rezim cenderung otoriter, represif, dan anti kebebasan berpendapat. Syarat tidak keluar dari norma dan etika yang disepakati. (Kebebasan berpendapat) itu hak rakyat, hak warga negara," tuturnya, pada saat berbicara sebagai keynote speaker, di sesi diskusi "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19, Senin (1/6/2020).
Webinar Nasional itu diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI).
Baca Juga: Tanggapan Mahfud MD Soal Diskusi Pemecatan Presiden: Nggak Perlu Takut, Itu Ilmiah
Pada kesempatan itu, Din juga menjelaskan Pasal 28 UUD 1945 memberi ruang kebebasan berpendapat.
Kebebasan berpendapat mempunyai dimensi yang sama dengan kebebasan beragama serta kebebasan memilih dan dipilih.
Sehingga, dia menegaskan, tidak beradab apabila ada orang yang ingin menghalang-halangi dan meniadakan kebebasan berpendapat tersebut.
"(Kebebasan berpendapat) salah satu dimensi penting dari kebebasan. Kebebasan pada manusia dipandang suatu melekat pada kemanusiaan dan manusia tentu memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat," ujar Din Syamsuddin.
Untuk itu, dia menilai, sudah menjadi hak dari warga negara untuk mengkritik dan mengoreksi apabila terdapat penyimpangan amanat yang diduga dilakukan oleh pemerintah.
"Jika ada penyimpangan amanat, maka memberikan hak kepada warga negara hak mengkritik, mengoreksi dan hak untuk mempersoalkan amanat yang telah diberikan," jelasnya.
Baca Juga: Tabah Menghadapi Wabah - Din Syamsuddin
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.