KOMPAS.TV - Gelaran Formula E menyita perhatian banyak pihak. Betapa tidak, Istana Negara dalam hal ini pemerintah pusat melarang penggunaan Kawasan Monas untuk hajatan Formula E.
Perhelatan balap mobil listrik itu sedianya akan digelar di Kawasan Monas sesuai rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Namun, hal itu tidak mendapat persetujuan dari Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.
"Di sana ada cagar budaya, ada pengaspalan dan lain-lain," ujar Setya mewakili Menteri Sekretaris Negara Pratikno selaku Ketua Komisi Pengarah di Kantor Kemensetneg, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Anies Baswedan pun mengaku menghormati kebijakan Komisi Pengarah yang melarang kawasan Monas untuk jalur lintasan Formula E. "Anggota Komisi Pengarah, beberapa berpandangan jangan di kawasan Monas, baik kalau begitu," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (6/2/2020).
Baca Juga: Kawasan Monas Dilarang untuk Formula E, PSI: Uangnya untuk Antisipasi Banjir Saja
Anies menjelaskan Pemprov DKI segera berkoordinasi dengan PT Jakarta Propertindo dan Federasi Otomotif Internasional atau Federation Internationale de l’Automobile (FIA), untuk merumuskan ulang rute sirkuit peserta.
"Tadi malam kita sudah langsung komunikasi dengan pengelola Formula E, kemudian sore ini (6/2/2020), tim mereka sudah dalam perjalanan ke Jakarta, untuk menentukan lokasi baru," tambah Anies.
Soal kebijakan yang tidak sejalan tersebut sebelumnya juga kerap terjadi antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan pemerintah pusat. Berikut ini tiga kebijakan Anies yang ditentang pemerintah pusat (pempus).
1. Normalisasi Vs Naturalisai
Awal 2020 diramaikan dengan masalah banjir besar yang melanda DKI Jakarta. Antisipasi banjir oleh Pemprov DKI Jakarta pun dipertanyakan lantaran banyaknya wilayah yang terendam.
Meski demikian, Pemprov dan Pempus justru berdebat tentang normalisasi yang masih terhenti atau naturalisasi yang harus diterapkan.
Diketahui, saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperkenalkan istilah naturalisasi sebagai pengganti normalisasi sungai.
Baca Juga: Naturalisasi vs Normalisasi , Mana yang Lebih Cocok untuk Jakarta? - ROSI
Anies setuju sungai dikembalikan ke lebarnya yang asli, tetapi tidak dengan cara dipasang sheet pile (beton). Menurut dia, betonisasi pinggir sungai akan merusak ekosistem sungai.
Naturalisasi, kata Anies, menghidupkan ekosistem sungai. Air sungai akan dijernihkan sehingga bisa menjadi habitat hewan.
"Kalau makhluk-makhluk bisa hidup di sana artinya polusi juga rendah. Dan itu yang akan kita lakukan," ujar Anies di Monas pada 2 Mei 2019, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Namun, dalam dua tahun lebih menjabat sebagai gubernur, program naturalisasi sungai ala Anies belum terlihat.
Sedangkan pempus tetap masih mengandalkan normalisasi. Saat banjir datang, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyindir bahwa 17 km dari 33 km kali Ciliwung belum dinormalisasi.
Menurut Basuki, sungai yang terjamin bebas dari luapan banjir baru sepanjang 16 km. Hal itu diungkapkannya usai meninjau lokasi banjir di kawasan Jakarta dan sekitarnya pada Rabu (1/1/2020).
"Mohon maaf, Bapak Gubernur, selama penyusuran Kali Ciliwung ternyata sepanjang 33 km itu yang sudah ditangani, dinormalisasi 16 km," kata Basuki.
Baca Juga: Presiden Jokowi Tak Peduli Normalisasi atau Naturalisasi, Sindir Anies?
Basuki mengungkapkan, upaya normalisasi akan menemui sejumlah kendala. Terlebih, lebar kali Ciliwung saat ini kian menyempit.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta ini berpendapat bahwa banjir kali ini terjadi bukan perkara sudah dinormalisasi atau belum.
"Yang terkena banjir itu di berbagai wilayah. Jadi ini bukan sekadar soal yang belum kena normalisasi saja, nyatanya yang sudah ada normalisasi juga terkena banjir," kata Anies.
2. Rute LRT Pulogadung-Kebayoran Lama
Program Pemprov DKI Jakarta lainnya yang tak sesuai dengan Istana adalah
LRT rute Pulogadung-Kebayoran Lama.
Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan berencana membangun moda LRT Jakarta koridor Pulogadung-Kebayoran Lama sepanjang 19,7 kilometer.
Menurut rencana, trase atau rute LRT Pulogadung-Kebayoran Lama akan melintasi Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Letjend Suprapto, Tugu Tani, Jalan Kebon Sirih, hingga Tanah Abang.
"Usulan yang akan kami bangun itu adalah LRT mulai Pulogadung, kemudian Perintis Kemerdekaan, masuk ke Suprapto, Senen, Tugu Tani, Kebon Sirih, Tanah Abang, turun ke KS Tubun, ke Kebayoran Lama, trasenya seperti itu," ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.
LRT tersebut akan dibangun dengan skema pembiayaan kerja sama pemerintah daerah dan badan usaha (KPDBU) dengan nilai investasi sekitar Rp 15 triliun.
Sebelum proyek itu berjalan, Pemprov DKI Jakarta mengirimkan surat ke Kementerian Perhubungan untuk menyampaikan rencana pembangunan LRT koridor Pulogadung-Kebayoran Lama. Kemenhub kemudian membalas surat dari Pemprov DKI.
Isinya, Kemenhub menyatakan rencana trase LRT Pulogadung-Kebayoran Lama berimpitan dengan trase moda mass rapid transit (MRT) koridor timur-barat (Cikarang-Ujung Menteng-Kalideres-Balaraja).
Kedua moda transportasi tersebut rencananya sama-sama melewati Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Letjend Suprapto, Tugu Tani, Jalan Kebon Sirih, dan Jalan KS Tubun. Karena itu, Kemenhub meminta Pemprov DKI mengubah rencana trase LRT Pulogadung-Kebayoran Lama.
Baca Juga: Mengenal Formula E, Ajang Balap Mobil Yang Dilarang di Monas
3. Revitalisasi Monas
Yang tak kalah menarik diperbincangkan beberapa waktu terakhir adalah revitalisasi Monas. Satu hal yang menjadi polemik adalah izin revitalisasi dari pemerintah pusat.
Revitalisasi tersebut dilakukan tanpa mengantongi izin dari Komisi Pengarah dan melewati tahapan-tahapan yang telah diatur.
Sekretaris Utama Kemensetneg Setya Utama menyebutkan, keberadaan Komisi Pengarah ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Setya menambahkan, sebelum revitalisasi dilakukan, seharusnya Pemprov DKI mengajukan izin terlebih dahulu kepada Komisi Pengawas untuk selanjutnya dilakukan pembahasan.
"Nah, tugas pengarah itu memberikan pendapat dan pengarahan terhadap Badan Pelaksana. Tugasnya memberikan persetujuan terhadap perencanaan beserta pembiayaan pembangunan Taman Medan Merdeka. Kemudian melakukan pengendalian," ujar Setya dikutip dari Kompas.com.
Pemprov DKI Jakarta lalu menghentikan sementara proyek revitalisasi sisi selatan Monas karena tidak mengantongi izin Komisi Pengarah pada 28 Januari 2020.
Baca Juga: Formula E Dilarang di Monas, Anies Cari Lokasi Baru
Kemudian pada 6 Februari, Anies memberikan pernyataan revitalisasi kawasan Monas, akan terus berjalan. Hal itu diputuskan dalam rapat Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka yang diketuai Menteri Sekretaris Negara pada Rabu (5/2/2020) kemarin.
"Alhamdulillah revitalisasi Monas jalan terus, jadi itu sejalan dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1995 karena memang rancangannya dibuat mengikuti keppres," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.